Selamat Datang...

...tolong bangunkan aku esok pagi...

Thursday, December 27, 2007

Bhutti Killed!!!

Benazir Bhutto killed in attack
Benazir Bhutto at the rally on 27 December 2007
Benazir Bhutto had been addressing rallies in many parts of Pakistan
Pakistani former Prime Minister Benazir Bhutto has been killed in a presumed suicide attack.

News of her death was confirmed by a military spokesman and members of her Pakistan People's Party (PPP).

Ms Bhutto had just addressed an election rally in Rawalpindi when gunfire and an explosion occurred.

At least 15 other people are reported killed in the attack and several more were injured. Ms Bhutto had twice been the country's prime minister.

She had been campaigning ahead of elections due in January.

The BBC's Barbara Plett says the killing is likely to provoke an agonised response from her followers, especially from her loyal following in Sindh Province.

Map

Ms Bhutto was key to her party, she was the focus of her party and she was a major political player amongst all those fighting for seats in the forthcoming elections, our correspondent adds.

The PPP has the largest support of any party in the country.

Analysts note that Rawalpindi, a garrison city, is seen as one of the country's most secure cities, making the attack even more embarrassing for the military authorities.

Scene of grief

The explosion occurred close to an entrance gate of the park in Rawalpindi where Ms Bhutto had been speaking.

Scene from the blast
The blast caused carnage

Wasif Ali Khan, a member of the PPP who was at Rawalpindi General Hospital, said she died at 1816 (1316 GMT).

Supporters at the hospital began chanting "Dog, Musharraf, dog", referring to President Pervez Musharraf, the Associated Press (AP) reports.

Some broke the glass door at the main entrance to the emergency unit as others wept.

A man with a PPP flag tied around his head could be seen beating his chest, the agency adds.

An interior ministry spokesman, Javed Cheema, was quoted as saying by AFP that she may have been killed by pellets packed into the suicide bomber's vest.

However, AP quoted a PPP security adviser as saying she was shot in the neck and chest as she got into her vehicle, before the gunman blew himself up.

Return from exile

Among the mourners at the hospital was Nawaz Sharif, also a former prime minister and opposition leader.

BENAZIR BHUTTO
Educated at Harvard and Oxford
Father led Pakistan before being executed in 1979
Spent five years in prison
Served as PM from 1988-1990 and 1993-1996
Sacked twice by president on corruption charges
Formed alliance with rival ex-PM Nawaz Sharif in 2006
Ended self-imposed exile by returning to Pakistan in October

Earlier on Thursday at least four people were killed ahead of an election rally he had been preparing to attend close to Rawalpindi.

The killing was condemned by the US and Russia, and a statement is expected shortly from the UK.

"The attack shows that there are still those in Pakistan trying to undermine reconciliation and democratic development in Pakistan," a US state department official said.

Russia's foreign ministry condemned the attack, offered condolences to Ms Bhutto's family and said it hoped the Pakistani leadership would "manage to take necessary steps to ensure stability in the country".

France spoke of an "odious" act and said it was deeply concerned.

Ms Bhutto returned from self-imposed exile in October after years out of Pakistan where she had faced corruption charges.

Her return was the result of a power-sharing agreement with President Musharraf in which he granted an amnesty that covered the court cases she was facing.

Since her return relations with Mr Musharraf had broken down.

On the day of her return she led a motor cavalcade through the city of Karachi. It was hit by a double suicide attack that left some 130 dead.

Some people says Bhutto was shot in the neck before the blast...

Kesalahan terbesar Musharaf (militer) adalah tidak bisa memenangkan pertarungan melawan kebebasan berbicara sipil...

Tahun Baru 2008

Menjelang Tahun baru 2008, banyak orang membuat resolusi bagaimana di tahun yang akan datang ia akaan hidup dan menghidupi. Beberapa orang dan banyak orang masih saja mengkhayal, bahwa hidup harus lebih baik dari yang kemarin. Tak apalah mengkhayal, ketimbang tidak punya impian sama sekali. Semua berawal dari impian bukan??

Sunday, November 11, 2007

Menang dong....

Klub kesayangan lagi parah. Ga pernah menang di kandang, tapi sering menang besar di luar kandang. Liga Champin masih mending. Sekarang mimpin klasemen penyisihan grup. Apalagi Pippo udah menyamai rekor legenda Eropa lainnya, Gerd Muller dengan torehan 62 gol selama bertanding di turnamen UEFA.

Minggu ini AC MILAN bertanding melawan Atalanta di Bergamo. Semoga kali ini bisa menang... FORZA MILAN!!!!

Jogja...

Benar kata Kla Project, Jogja itu bersahaja dan ramah. Paling tidak itu yang kurasakan. Pertama kali menjejakkan kaki di Jogja pada tahun 1999, dan langsung jatuh cinta. Padahal kala itu cuma singgah beberapa jam saja dalam perjalanan pulang ke Jakarta. Tapi cukup melekat di kepala.

Tahun-tahun berikutnya pasti ku sempatkan singgah ke Jogja. Kalau libur kuliah pasti tujuan utama perjalananku adalah ke Jogja. Padahal disana cuma tidur seharian dan menjelang sore keliling-keliling pakai motor teman. Saat berkeliling merupakan saat yang menyenangkan. Terlihat jelas keramahan Jogja. Warganya, penjual angkringan, suasana sore. Cuma satu yang bikin kita senewen: Pengendara motor di Jogja suka seenaknya sendiri menggunakan jalan, seolah jalan raya adalah sirkuit pribadi!! Damn!!!!

Selebihnya? Menyenangkan....

Dan beberapa waktu yang lalu, di sela-sela libur cuti ku sempatkan diri mampir ke Jogja. Tak banyak berubah, kecuali beberapa wajah yang terbangung dari mimpi buruk gempa kembali bersemangat.

Tuesday, October 30, 2007

Memoar buat Mhaing

Satu lagi, seorang teman, sahabat, dan partner in crime-ku meninggalkanku untuk selamanya. Ahmad Ismail a.k.a Mhaing, rekan sekolahku waktu SMA pergi dikala aku tak sempat sekalipun menengoknya. Tanggal 28 Oktober 2007, kabar sore itu datang. Anggi meneleponku untuk memberitahukan kabar duka bahwa Mhaing telah tiada. Ahhh..kecewa dan menyesal sekali aku tak bisa menjengukmu saat sakit dan tak bisa pula mengantarkanmu ke tempat peristirahatan yang terakhir.

Saat mendengar kabar lu dirawat di RSUD Bekasi ingin sekali datangan menjenguk. Entah kenapa gue ga pernah bisa kesana, dan itu menimbulkan penyesalan teramat sangan. Sebelum berangkat liburan cuti ke Jogja, ku hanya bisa berharap kesembuhan untuk lu. Namun Allah berkehendak lain...Lu di panggil menghadap-Nya lebih cepat.

Sudah dua orang teman yang meninggal dikala aku ke Jogja. Pada tahun 2000 lalu, Toya juga meninggal karena sakit. Sekarang lu, Ing. Ga ngerti gue, kenapa dua kali pula gue kehilangan teman selama-lamanya pas gue di Jogja. Gue bahkan belum sempet njenguk lu!!!

Ah...gue emang teman yang buruk buat lu, tapi lu udah ngajarin gue banyak hal. Lu yang pertama ngeracunin gue buat naik gunung sampe akhirnya keterusan. Lu pula yang menyertai beberapa perjalanan pendakian. Gue ga akan lupa pendakian mnapak puncak Slamet, Gede, Sindoro, bahkan Semeru. Cita-cita kita yang tak pernah sampai ke Rinjani. Tapi gue bakal ngewujudin itu semua, ke Rinjani Ing...demi lu...

Kadang lu bisa bijak, kadang juga banyak ocehan yang ga jelas. Tapi gue respek sama lu...ga ada temen yang kaya lu lagi di dunia. Berteman sama lu udah kasih gue banyak hal. Lu juga cerdas dan analitis.

Dulu waktu pertama lu sakit, lu kurus banget. Ngingetin gue sama Ari Gigi yang meninggal duluan. Gigi kena komplikasi dan lu gue ga ngerti apaan penyakitnya, Saat itu gue cuman bisa berharap lu sembuh aja. Dan lu di kasih kesempatan untuk itu. Lu sembuh dan bahkan lebih sehat dari gue. Tapi umur dan takdir ga ada orang yang tahu. Lu dipanggil juga...

Selamat jalan Kawan, semoga lu tenang disana...gue bakal berusaha ke Rinjani buat lu...

Saturday, October 20, 2007

Selamat Jalan...

19 oktober 2007 pagi, Harry, supir kantor yang biasa disapa Kopral datang ke lantai 3. Beliau menanyakan bagaimana caranya menyumbangkan darahnya untuk Suryani, rekan kantorku yang sedang terbaring koma di RS MMC Kuningan Jakarta. Suryani membutuhkan golongan darah B untuk membantu proses cuci darahnya akibat serangan virus ganas yang mengerogoti sel darah merahnya. Kebetulan, Kopral memiliki golongan darah yang sama dengan Suryani.

Pagi itu, orang yang menjadi pusat komunikasi soal Suryani belum tiba di Kantor. Aku memutuskan mengabarkan kabar ini melalui milis internal. Selang beberapa jam, list penyumbang darah yang di tempel di kantor mulai terisi oleh calon pedonor. Tak lama kabar itu datang...

Sekitar pukul 16.15 WIB Suryani dinyatakan meninggal dunia. Kabar yang menyertainya, tensi darah sempat anjlok sampi 50 % hingga tidak mungkin dilakukan cuci darah hari itu. Dokter pun pasrah dan meyerahkan sepenuhnya kepada-Nya. Semua hanya bisa berdo'a dan berharap kesembuhan, namun Allah berkehendak lain. Hari itu Suryani dipanggil menghadap...

Penghormatan terhadap Suryani dilakukan di Kantor. Jenazah sempat disemayamkan di Ruang Zanzibar Lobi Gedung Trans TV untuk di sholatkan. Selepas itu, pukul 21 WIB langsung diberangkatkan melaui jalan darat ke kota kelahirannya, Solo. Banyak orang hadir melayat, termasuk kawan-kawan di kantor, kawan-kawan yang sudah alumni sampai jajaran pimpinan Trans TV. Bahkan Pak Ishadi yang baru pulang dari Luar Negeri meyempatkan diri datang dan bertemu dengan keluarga almarhumah.

Lantai tiga sudah kehilangan lima orang yang berhubungan dengan tugas-tugas jurnalistik. Dua orang penghuni lantai tiga, dua orang driver, dan satu orang koresponden Jambi.

Selamat jalan kawan (-kawan), do'a selalu terucap agar kalian diberi tempat terbaik di sisi-Nya, meski kita belum pernah tugas bersama...


Saturday, October 13, 2007

Lebaran

Hari ini hari Lebaran. Itu istilah sederhana orang Indonesia. Resminya Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1428 H. Seperti biasa, lakon utama adalah bersyukur telah melewati ujian bulan Ramadhan dan kembali ke fitrah, kembali suci, dengan saling bermaafan. Juga ritual mudik bagi para urbanisator. Pulang ke kampung mengunjungi sanak saudara di kampung sambil bercerita tentang kesuksesannya merantau ke kota atau daerah lain. Tapi yang penting adalah suasana yang meriah dan syahdu.

Di lingkungan rumahku malam takbiran tadi malam ada lomba bedug, takbir keliling, dan lomba takbir. Cukup ramai. Ditingkahi teriakan suporter masing-masing tim juga letupan petasan dan kembang api membuat suasana semarak. Keceriaan terlihat di wajah orang-orang mulai dari anak-anak sampai kakek-nenek, yang muslim bergembira, yang non muslim larut dalam keriangan kawannya yang muslim. Indahnya kebersamaan memang dimulai dari lingkungan sekitar.

Dan lebaran tahun ini, persis di tanggal 13 Oktober 2007 atau 1 Syawal 1428 H versi pemerintah, aku bertugas pula di kantor...Selamat Hari Raya Idul Fitri, Minal Aidzin Wal Faidzin Mohon Maaf Lahir Bathin...

Sunday, September 30, 2007

Liga Inggris

Beberapa waktu lalu publik dan penonton Indonesia disuguhi sebuah pertunjukan yang seru. Judulnya Liga Inggris. Pemeran utamanya adalah ASTRO, kemudian DEPKOMINFO dan terakhir orang-orang yang mengatasnamakan PENGGEMAR LIGA INGGRIS.

Pertunjukan dibuka dengan pengumuman dari ASTRO bahwa Liga Inggris hanya bisa dinikmati lewat televisi berbayar ASTRO, bukan yang lain apalagi TV gratis. Dengan kontrak (denger-denger) Rp.500 miliar per tiga tahun, ASTRO dianggap memonopoli siaran oleh PENGGEMAR LIGA INGGRIS. Bahkan sampai unjuk saran memboikot siaran ASTRO. (Langganan aja ngga, mau boikot, gimana tho). TV berlangganan lain yang sudah eksis di Indonesia juga meradang, dan melaporkan hal ini kepada pemerintah melalui DEPKOMINFO juga KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) karena menganggap memonopoli tayangan Liga Inggris yang sebelumnya bisa juga dinikmati di jaringan TV berlangganan yang lain. Benarkah demikian?

Apa yang dilakukan ASTRO hanya murni bisnis. Kemudian dia menang tender pemegang hak siar Liga Inggris di Malaysia, Indonesia dan Brunei itu yang (di)jadi(kan) persoalan bagi PENGGEMAR LIGA INGGRIS di Indonesia. Padahal, apa yang dilakukan ASTRO adalah sah menurut bisnis, yaitu memenangi tender hak siar yang diadakan oleh ESS sebagai pemegang lisensi siaran Liga Inggris di Asia. Kalau kemudian PENGGEMAR LIGA INGGRIS meradang karena tidak bisa menonton liga Inggris adalah hal yang kekanak-kanakan, lucu dan aneh. Seolah Liga Inggris lebih penting daripada menjalani hidup esok hari, seolah jika tidak menonton Liga Inggris hidupnya akan sengsara tujuh turunan, seolah..seolah...seolah...

DEPKOMINFO pada akhirnya turun tangan dengan ancaman-ancaman. KPI juga demikian, malah lebih keras dengan mengeluarkan ancaman untuk menghentikan siaran ASTRO karena telah sukses menghentikan tayangan SMACKDOWN di Lativi. Apa yang dilakukan pemerintah lewat lembaga-lembaga ini malah lebih parah lagi. Menganggap Liga Inggris adalah ranah publik sehingga berhak ikut campur, menganggap Liga Inggris lebih tinggi skala prioritasnya ketimbang pemberantasan korupsi dan kemiskinan, menganggap Liga Inggris adalah satu-satunya tontonan olahraga yang paling baik, seolah rakyat Indonesia cuma PENGGEMAR LIGA INGGRIS saja...menganggap...menganggap...menganggap.

Kalaupun pada akhirnya LIGA INGGRIS dapat kembali dinikmati oleh PENONTON LIGA INGGRIS secara gratis, itu tidak menyelesaikan masalah. Kejadian ini bahkan bisa menjadi entry point bagi investor untuk tidak menanamkan modalnya di Indonesia, karena segala hal selalu direcoki oleh birokrasi. ASTRO sendiri menyatakan bahwa ini murni bisnis dan tidak bisa dipersalahkan. Bahkan sekarang ASTRO dengan kesadaran tinggi atas niat baik, maka dia membagi siarannya dengan Lativi.

Sebenarnya solusinys sederhana saja. Cukup berlangganan ASTRO saja atau nonton Liga sepakbola lain saja. Ada Liga Italia di Trans 7, Liga Djarum Indonesia di ANTV dan Lativi, ada Liga Belanda di Lativi, ada Liga Spanyol di Indovision, ada Liga Jerman di Indovision juga, atau Liga Jepang di Indovision. Banyak khan? Toh juga liga-liga itu tidak kalah seru. Hanya saja memang PENONTON LIGA INGGRIS di Indonesia adalah penonton yang merengek-rengek untuk bisa nonton gratisan. Cukup punya TV dan bayar listrik tiap bulan sudah bisa nonton.

Ironi ini jadi sebuah pemikiran, apakan Indonesia sudah siap beralih ke siaran Digital melihat tipikal penonton yang begini. Atau apakah memang Indonesia siap menuju siaran berbayar yang jelas menguntungkan penonton? Mampukah Indonesia memberlakukan sistem pay per view di masa yang akan datang yang saling menguntungkan antara penonton dan pemilik TV?

ASTRO, PENONTON LIGA INGGRIS, DEPKOMINFO, masih berlanjut lho...

Wednesday, September 19, 2007

Iman Timun Suri

Timun Suri...buah ini cukup menjadi buruan ketika umat muslim memasuki Bulan Suci Ramadhan. Sangat istimewa karena konon, buah yang enak dijadikan santapan saat berbuka ini hanya hadir saat Ramadhan tiba. Tak jarang, banyak yang memburunya. Bahkan si pedagang bisa kehabisan stok dan kewalahan melayani pelanggan.

Tak sulit menjadikan buah ini sebagai hidangan. Bisa dijadikan bagian dari kolak manis, atau cukup diseduh dengan sirup dan ditambah dengan es batu. Segar...Sangat segar saat kita berbuka puasa..

Bicara soal Timun Suri ini tak hanya buah. Semalam, ada salah seorang Ustadz yang juga sering berceramah di Masjid komplek bertutur tentang Timun Suri. Beliau berkata bahwa dibulan Ramadhan ini banyak sekali orang-orang yang imannya seperti Timun Suri. Pada bulan-bulan selain Ramadhan imannya tidak terlihat, tetapi kala memasuki Ramadhan berlomba-lomba menjadi umat yang terbaik. Pasca Lebaran, mereka kembali ke "habitatnya" lagi.

Cukup terusik saat beliau bicara iman Timun Suri, karena aku juga bagian dari terminologi itu. Bahkan kadang lebih parah. Puasa hanya menahan lapar dan haus saja, tapi mata dan telinga serta mulut masih seperti hari-hari yang lain. Keimanan malah tidak seperti Timun Suri, tetapi seperti debu yang tiap hari beterbangan di jalanan Ibukota..seperti biasa. Masih mending orang yang memiliki iman timun suri, karena mereka masih mengingat Allah di saat-saat spesial ini ketimbang umatnya yang lain yang tidak peduli.

Ya Allah...aku merasa berdosa sekali pada-Mu...Imanku bukan iman Timun suri lagi, tetapi hanya sebutir debu yang tidak berarti...Ampuni Hamba-Mu ini Ya Rabb...

Sunday, September 16, 2007

Sepi

Makin sepi saja ruangan ini...Padahal baru dapet ISO nih kantor...

Saturday, September 15, 2007

Menikah=Obsesi Masa Depan ? (2)

Sudah membaca yang bagian satu? Ini cuma tulisan omongkosong saja, tapi masih bersangkut dengan bagian satu. Jika pada bagian satu stasiun itu cepat atau lambat akan tiba itu benar. Yang jadi pertanyaan adalah apakah setelah tiba di stasiun itu, dia akan berada di sana? Dia, orang yang kita pilih. Menyenangkan jika dia sudah menunggu di stasiun itu. Jika tidak??
Hidup itu sebuah pilihan. Jika dia tidak ada di stasiun itu, maka itu pilihannya. Dan akan menjadi sebuah pilihan bagi kita untuk tinggal sejenak di stasiun itu atau melanjutkan perjalanan hidup. Well, kita memang selalu dihadapkan pada banyak pilihan, mana yang akan di tuju ya sepenuhnya tergantung kita. Karena life must go on, with or without him/her...
Aku berharap, kamu yang akan berada di stasiun itu de...

No one like it....

Beberapa hari ini jadi bad day dan bad week buatku. Menjalani puasa hari pertama pun tak ada gairah apa-apa, biasa aja seperti hari lainnya. Bad day buatku karena lagi kena "musibah" di Tendean. Aku menganggapnya sebagai teguran dan sekaligus jadi motivasi buat lebih baik lagi. Tendean hari itu seolah tidak bersahabat, menjemukan, dan memuakkan. Tapi dibalik itu semua pasti ada pembelajaran yang bisa ku ambil. Dan sekarang, aku jalani dengan enjoy aja, apapun itu keputusan...

Bad week buatku karena puasa minggu pertama ini ibuku sakit. Entah mengapa hari pertama puasa beliau terbaring lemah saja di kamarnya. Periksa ke dokter dengan diagnosis maag tak melegakan hatiku.Tapi tadi pagi mama sudah bisa makan pagi dan mulai beraktivitas pagi, meski kondisi masih terlihat lemah. Cepat sembuh Mam!!

Buat kamu de, aku rindu kamu dan tidak ada orang seperti kamu di hatiku saat ini...Miss you honey...

Sunday, August 05, 2007

Indonesia Raya

Menjelang ulang tahun kemerdekaan Negara kita, Republik Indonesia ke- 62, ada berita menarik sekaligus menggembirakan. Pertama, Pakar Telematika, Roy Suryo di kabarkan telah menemukan lagu Indonesia Raya versi lain. Total ada tiga stanza, alias tiga versi syair. Menurut beliau, ini asli dan masih tersimpan dalam server di Negara Belanda sana. Tentunya ini kabar baik jika benar ketiga versi itu adalah asli dan memang asli dari penciptanya. Maklum saja, Indonesia memang kurang sadar sejarah, hingga dokumentasi penting saja mesti berburu samapi ke Belanda sana.

Kedua, AC Milan, my favourite football club, akhirnya resmi mengikat pemain depan berbakat dari Brasil, Alexander Pato dengan budget 10 juta poundsterling. Dan Pato sendiri akan diikat kontrak 5 tahun selama di AC Milan. Besar kemungkinan, dia adalah pengganti Filippo Inzaghi, jika pemain veteran ini sudah tidak lagi dibutuhkan AC Milan.

Tetapi dibalik dua kabar itu, ada kabar miris. Tentunya kali ini sangat serius, dan pangkal persoalannya adalah kurikulum pendidikan dan tentunya kualitas pendidikan itu sendiri, terutama di kota-kota besar.

Saat tugas membuat tayangan untuk Surat Sahabat di Jakarta aku baru sadar kalau pendidikan sejarah itu penting. Di Tugu Proklamasi yang sudah sangat memprihatinkan kondisinya, ada beberapa anak sedang bermain sepakbola plastik. Untuk memenuhi keinginan produser, maka aku mencoba membuat backsound lagu Indonesia Raya. Ternyata, nyaris semuanya tidak hapal. Bahkan mereka bernyanyi tidak dengan sepenuh hati!! Awal syair saja sudah salah. Padahal mereka tinggal di Jakarta, Ibu Kota Republik Indonesia. Tapi ironisnya tak hapal lagu kebangsaannya sendiri.

Masih dalam kesempatan liputan Surat Sahabat. Kebetulan talent kami kali ini adalah putri seorang bintang film ternama. Dia cantik untuk ukuran anak seusianya. Dia duduk di kelas empat pada SD swasta terkenal di kawasan Pondok Indah. Ketika kami memberi pengarahan singkat tentang kemerdekaan Republik ini, dengan santainya dia bilang tidak tahu siapa Presiden dan Wakil Presiden Pertama Republik ini. Padahal dia bersekolah di SD ternama, mahal, dan merupakan sekolah favorit di kawasan tempat tinggalnya. Tahu saja tidak, bagaimana mengenali wajah sang Dwitunggal, Sang Proklamator! Huh...makin hancur saja pendidikan terutama sejarah di negeri ini.....

Bukan cuma anak selebriti saja yang tidak menghargai sejarah, anak jalanan sampai pejabat pun tidak peduli dengan sejarah bangsanya...

Indonesia Raya...(tidak) merdeka..merdeka...

Tuesday, July 31, 2007

Just Pass...

Sudah lama tidak menulis, rasanya kaku sekali jemari ini menari di atas keyboard komputer. Terlalu lama tidak berada di rumah bisa jadi penyebabnya. Jadi tulisan ini sekedar lewat saja, tak perlu di baca jika kalian tidak suka membaca.

Jadwalku cukup padat bulan Juli ini. Paling tidak sengaja ku buat padat, biar terkesan sibuk...hehehe...Termasuk jarang tidur di rumah, sebab lebih sering tugas di luar kota. Sekali libur empat hari, melanglang buana ke tiga kota. Perjalanan kilat yang dulu sering ku lakukan kala senggang.

Kali ini tujuan pertama adalah Surabaya pada 19 Juli 2007. Demi kekasih tersayang, 12 jam di kereta kulakoni juga, padahal ketemunya paling lama 12 jam saja. Sebab aku harus melanjutkan perjalanan ke Solo menggunakan bus jam 10 malam dari Terminal Bungurasih, untuk menghadiri pernikahan seorang teman. Cuma 12 jam di Solo, aku ke Jogja pakai Prameks. Sudah lama tidak menikmati perjalanan kereta dari Jogja ke Solo atau sebaliknya menggunakan jasa angkutan ini. Sekedar numpang tidur di rumah kawan, 22 Juli 2007 jam 16.45 WIB sudah boarding ke Jakarta...

Perjalanan kilat seperti ini, yang kuimpikan bisa ku jalani dengan kamu, Asti...

Monday, May 21, 2007

1000 Gol

Tak banyak pemain sepakbola yang mampu mencetak 1000 gol sepanjang karir bermainnya. Bahkan hanya bisa dihitung dengan sebelah jari tangan! Setelah Pele mencetak 1281 gol dalam 1363 pertandingannya, giliran legenda Brazil lainnya, Romario, yang membukukan gol ke- 1000.


Romario, pemain berusia 41 tahun mencetak gol ke-1000 melalui titik pinalti saat timnya Vasco da Gama mengalahkan Sport dengan skor 3-1 pada 20 mei 2007. Gol bersejarah bagi Romario ini di cetaknya saat usianya telah senja, dan mengarungi 23 tahun karir sepakbolanya. Tekadnya untuk mencetak 1000 gol sepanjang karirnya telah menjadi kenyataan, dan Romario bisa mengakhiri karirnya dengan manis, dan mencatatkan diri sebagai pemain yang bisa mencetak 1000 gol sepanjang karirnya.


Namun, 1000 gol Romario belum diakui oleh FIFA. Penyebabnya, FIFA hanya menghitung gol dalam kompetisi resmi yang diakui FIFA. Jika merunut pada aturan ini, Romario hanya mencetak 929 gol sepanjang karirnya. 71 gol lainnya di cetak saat Romario masih junior dan bergabung dalam liga amatir. Dengan demikian, Romario, menurut FIFA, masih kurang 71 gol untuk mencatatkan dirinya sebagai pencetak 1000 gol dalam kompetisi resmi.


Apapun kritik yang diberikan terhadap Romario, mestinya kita, sebagai pecandu sepakbola, mesti memberikan aplaus kepada Romario. Dalam usia yang termasuk uzur untuk ukuran pemain sepakbola aktif, Romario masih bisa membuktikan tekadnya mencetak 1000 gol sepanjang karirnya.


Berbeda dengan Pele. Pele mencetak gol ke 1000 saat berusia 29 tahun. Dan, patut di catat, meski mencetak gol dalam kompetisi resmi, namun Pele melakukannya sewaktu sistem pertahanan sepakbola tidak seketat sekarang. Bandingkan Romario, yang mampu mencetak 1000 gol saat sistem pertahanan sepakbola sudah jauh lebih baik dibanding saat Pele masih aktif bermain. Apapun alasannya, memang berbeda antara Pele dan Romario. Yang jadi persamaan adalah keduanya merupakan talenta langka pesepakbola Brazil. Maka wajar jika keduanya layak disebut sebagai legenda sepakbola dunia.


Jika Brazil punya talenta langka, maka Indonesia masih langka talenta...

Friday, May 18, 2007

Day one at SS...

SS ini bukan Schutzstaffel, alias Skuadron Pelindung yang di buat sama Adolf Hitler waktu dia berkuasa dengan panji NAZI-nya. SS ala NAZI dibentuk Hitler pada 1925 sebagai Skuadron yang berisi prajurit-prajurit tangguh, unggul, dan hanya milik ras Arya, sebagaimana Hitler selalu berkampanye. Awalnya hanya berfungsi sebagai sayap militer NAZI, mirip PP lah waktu masa Soeharto. Bedanya, PP itu cuma atribut dan lagaknya aja yang militer, tetapi SS sudah dipersenjatai dan akhirnya menjadi salah satu bagian dari angkatan perang Jerman di bawah NAZI. Masa itu adalah masa keemasan NAZI di bawah Hitler, dan Heinrich Himmler menjadi komandannya.


SS yang satu ini adalah Surat Sahabat, salah satu program televisi anak yang edukatif sekaligus informatif dan menghibur, yang tayang setiap hari jam 14.30 WIB di Trans TV. Juga tayang setiap minggu pagi di saluran yang sama. Surat Sahabat adalah salah satu program televisi anak di Trans TV, selain Main Yuk, yang mengedepankan aktifitas keseharian seorang anak, tanpa ada rekayasa dan apa adanya. Artinya, memang kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan sehari-hari sang anak. Dikemas dengan gaya bertutur, seperti layaknya seorang anak yang menulis surat. Intinya, Surat Sahabat ingin mengabarkan kehidupan anak di suatu daerah, kepada anak di daerah lain.


Liputan pertamaku di SS mengambil tema Kusir Kecil. Sang Kusir ini biasa menarik delman di kawasan Monas saat liburan tiba. Lengkapnya, nonton saja SS ya....


Liputan pertama tidak terlalu menyenangkan. Panas terik kawasan Monas menjadi menu sehari itu. Akibatnya, kulit terbakar gosong, (makin) hitam legam, bercampur radang tenggorokan. What a day!!! Tapi menyenangkan. Mesti bisa mengambil hati anak kecil agar mudah diarahkan, menjaga mood si talent juga. Juga jaga mood sendiri yang kadang berantakan. Intinya, tantangan sebenarnya, menurut punggawa SS, belum hadir sepenuhnya. Akan lebih merepotkan jika penugasan keluar kota. Alamakkk!!!! Penderitaan belum terlaksana, jadi jangan berfikir untuk mengakhiri penderitaan....

Saturday, May 12, 2007

Berdiri Diantara Dua Karang

Selama aku hidup, baru sekali ini aku berdiri diantara dua karang yang besar. Dua karang ini sama-sama besar, sama-sama memberi kesempatan untuk belajar, karier. Keduanya juga punya perbedaan dalam idealisme, status, dan tentunya pendapatan. Sebagai sebuah stasiun televisi, yang satu menawarkan idealisme pemberitaan yang harus disampaikan kepada publik, tanpa melihat sasaran. Yang penting berita tersampaikan, tak peduli visual dan narasi yang jalan sendiri-sendiri. Sementara, yang satunya punya sasaran dan ukuran dalam penyiarannya, ada idealisme yang kuat pula dalam penyampaian berita, visual dan narasi haris sejalan, tidak boleh jalan sendiri-sendiri.


Anggap saja aku berdiri di Karang I, yang sudah memberikan aku kesempatan untuk belajar dan berkecimpung dalam dunia penyiaran televisi lengkap dengan pengertian tentang rating dan share. Lalu ada kesempatan dan peluang dari Karang II yang berat sekali untuk di tolak. Selain pendapatan juga kesempatan untuk mengembangkan diri agar lebih baik lagi. Menjelang penentuan sikap, aku berada pada posisi yang sulit. Tentunya dengan pengertian dan pemahaman karakter kedua karang yang benar-benar berbeda ini lengkap dengan plus-minusnya masing-masing. Sebuah penentuan masa depan yang mestinya mudah dilakukan ternyata menjadi perkara yang sulit. Aku pun membutuhkan bantuan opini dari teman, keluarga, sampai rekan kerja.


Sampai saat ini, aku belum memutuskan untuk berdiri di Karang yang mana, sebab aku masih terombang-ambing di tengah laut, diantara dua karang....


Ada yang bisa membantu??


---kesempatanmungkinakandatangduakalitapirasanyatakkansama---

Wednesday, May 02, 2007

Masih Adakah Masa Depan?

Masih adakah masa depan? Hmmm...pertanyaan yang mengusik diriku sejak tadi. Mungkin saja masa depanku ada di hari esok, atau malah bisa saja masih disini dan berharap masa depanku akan lebih baik daripada orang-orang yang telah mengabdi sekian lama di Lantai Tiga.


Pengabdian, kata yang terdengar indah. Mendengarnya seperti balik lagi ke masa dimana seragam korpri wajib dipakai setiap Jum'at. Atau malah sepasukan prajurit di Keraton Jogja yang konon lebih memilih membaktikan dirinya pada alam semesta demi keseimbangan budaya. Aku tak paham dengan pengabdian, sama seperti yang lain. Mungkin karena aku masih muda, dan masih punya banyak cara, banyak jalan, dan banyak kesempatan.


Jika kesempatan itu datang, aku tak akan membuangnya begitu saja tanpa perjuangan. Kesempatan mungkin datang dua kali, tapi rasanya tak akan sama...


Semoga kesempatan besok, bisa jadi pembuka bagi kesempatan-kesempatan yang lain.

Tuesday, April 24, 2007

Suatu Hari di Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah

Jika mungkin, aku ingin menikmati lagi keindahan matahari terbenam di Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah...

Jika mungkin, inilah yang ingin aku lihat setiap menit...

Jika mungkin, inilah yang akan ku persembahkan padamu...

Sunday, April 22, 2007

Hadir Untukmu...

Satu masalah telah usai
Masalah lain akan rela menunggu dimakan waktu
masalah masih tersedia setiap saat
di kepalaku menunggu
untuk diselesaikan dengan damai...
Untuk itu aku merindukan hadirmu

Mora, Tragedi dan Cita-cita

Partahi Mamora Halomoan Lumbantoruan, tak ada yang mengenal sebelum kejadian berdarah di Virginia Tech University mencuatkan namanya. Mora, panggilan akrab Partahi, adalah salah satu korban penembakan yang dilakukan mahasiswa 23 tahun asal Korea Selatan, Cho Seung-hui. Profil Cho diduga terkena gangguan jiwa. Tragedi berdarah itu menewaskan 32 orang, termasuk Mora dan tiga Profesor universitas tersebut. Segera saja insiden ini menjadi berita duka yang mendalam. Total 33 orang tewas setelah Cho mengakhiri hidupnya sesaat setela penembakan terjadi.

Mora, 34 tahun, adalah mahasiswa asal Indonesia yang sedang menempuh gelar doktoralnya di Virginia Tech University. Dia adalah alumni program S1 Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan, dan juga lulusan Master di bidang Geoteknik pada universitas yang sama. Keinginan besar Mora untuk mengabdi pada dunia pendidikan lah yang pada akhirnya mengantarkan Mora menempuh studi Ph. D di universitas tersebut.

Keinginan ini di dasari atas kekaguman dan penghormatannya terhadap Profesor Paulus Pramono Rahardjo, dosen Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan. Selain menjadi dosen program S1, beliau juga menjadi pembimbing thesis Mora saat Mora menyelesaikan S2 pada program Pascasarjana di Universitas Katolik Parahyangan dengan spesialisasi Geoteknik. Kekaguman Mora terhadap guru, mentor, sekaligus sahabatnya itu di buktikan dengan tekadnya yang kuat untuk mengembangkan diri agar cita-citanya sebagai pendidik dan peneliti dapat tercapai. Tekad itulah yang mengantarnya menempuh studi doktoral di almamater Profesor Paulus.

Namun, cita-cita itu kandas. Mora tewas dalam insiden paling berdarah dan mematikan dalam dunia pendidikan Amerika Serikat. Dalam sebuah surat elektronik yang dikirimkan kolega Profesor Paulus di Virginia Tech University, kematian Mora diakibatkan oleh tindakan heroik Mora. Insiden berlangsung saat sebagian mahasiswa menghadiri kuliah, sebagian lagi menghabiskan waktu sambil belajar di taman. Saat kejadian berlangsung, Mora langsung melindungi seorang anak kecil. Anak kecil itu adalah anak teman kuliah Mora di Virginia Tech University. Dengan setengah membungkuk, Mora melindungi anak tersebut dari rentetan senjata pembunuh yang di duga sakit jiwa. Akibatnya, Mora terkena tembakan tunggal di pelipis yang mengakhiri hidupnya. Kematian tragis ini tak pelak menimbulkan kedukaan yang mendalam bagi keluarga, teman, sahabat, kolega dan almamater Mora.

Untuk mengenang dan menghargai aksi heroik Mora, pihak Virginia Tech University melalui presidennya akan tetap memberikan gelar Ph. D bagi Mora, meski Mora, -jika masih hidup, ia akan menyelesaikan doktoralnya dua bulan lagi-, tidak akan pernah bisa menghadiri pemberian gelar ini.

Selamat jalan Mora...
---berdasarkanhasilwawancaradengantemantemanterdekatmoratermasukprofesorpaulus---

Thursday, March 22, 2007

Ku Sampaikan Kepada Langit

Ku Sampaikan Kepada Langit
Kali ini kusampaikan keluh kesahku kepada langit
dengan segenap isi dan bentuknya
Kepada awan, bintang, bulan, matahari,
semilir angin, rintik hujan, petir dan badai...

Juga ku adukan segala duka kepada Mu
Pemilik semesta tak berakhir
Yang Penyabar, Pemurah, Pemberi,
dan sembilanpuluhenam nama lain-Nya
tak ku hapal tentunya...

Berharap yang tak pernah nyata
kepada-Mu lah aku akhirnya berkeluh kesah
bahwa yang kusampaikan padanya
adalah riak sungai kejujuran
berhulu dari hati...
dan bermuara di kebeningan jiwa...

---dilantaitigajamsebelasnolempatmalam---

Monday, February 05, 2007

Banjir..oh...banjir

Ratusan media massa, cetak, elektronik, baik yang jelas-jelas ber-merk atau yang ga jelas merk-nya pasti memberitakan soal terendamnya Jakarta. Musibah yang katanya lima tahunan itu sudah menjadi makanan orang-orang media, dan mereka selalu berharap bencana setiap ada kesempatan. Tujuannya apalagi kalau bukan menjadi yang terdepan dalam laporan jurnalistik. Exclusive nama kerennya.

Terbukti beberapa stasiun televisi berlomba-lomba untuk live dari tempat kejadian. Sementara orang-orang menjadi korban, kru-kru pemberitaan lengkap dengan kamera, mic, light sampai SNG berusaha "menjadi" dan "merasakan" jadi korban banjir. Tengok Metro TV yang tampil dengan background banjir saat program Indonesia Today, atau Yuda yang kedinginan saat live Reportase Sore, atau juga partisipatif para jurnalis dari TV lain. Mereka ingin mengabarkan bahwa inilah musibah lima tahunan, dan beginilah kondisi korban.

Yang namanya musibah memang datang tak terduga. Namun kalau banjir menurutku masih bisa di prediksikan dan pihak berwenang bisa mencegah musibah ini, paling tidak meminimalkan korban. Coba tengok, warga DKI dan sekitarnya selalu dibuai oleh kata-kata "banjir lima tahunan, banjir tahunan, langganan banjir, dll..." Seolah warganegara ini selalu dapat dibohongi dengan kepiawaian pejabat mengumbar kata dan di perindah tampilannya di media. Dengan kata-kata tersebut yang terlontar dari petinggi-petinggi, seolah-olah warganegara disadarkan bahwa ini rutinitas, dan rutinitas tidak bisa dicegah.

Dan rutinitas kita sehari-hari pun tak berubah. Bangun pagi, berangkat kerja dan beraktivitas, terkena macet, dan banjir pula. Kita kembali ke....Banjir!!

Thursday, January 25, 2007

Menikah = Obsesi Masa Depan??

Dalam masa-masa penuh kejenuhan, sebuah surat elektronik terkirim masuk ke dalam kotak surat elektronikku. Seperti biasa, langsung ku baca, karena kebetulan memang sedang online. Dan si pengirim juga sedang online pula, jadi bisa langsung ku balas suratnya.

Kali ini si pengirim surat mengirimkan suratnya dengan judul "Membebaskan Diri dari Obsesi Menikah". Tergelitik, meminjam istilah seorang teman yang peneliti, aku pun mulai membaca kata demi kata. Isinya tentang perjalanan hidup seseorang yang kemudian di terjemahkan menjadi sindrom. Di awali dengan kisah hidup seorang wanita cerdas, berpendidikan tinggi hasil didikan luar negeri, dan pulang ke negari asalnya hanya untuk menemukan pasangan hidup. Perjalanan hidup wanita ini kemudian tidak begitu baik, bahkan pernikahan yang menjadi cita-citanya kala memutuskan pulang kerumah, tidak berjalan dengan baik. Pada akhir cerita, si wanita kemudian di kritik sebagai orang yang salah jalan. Mungkinkan??

Well, beberapa orang memikirkan pernikahan adalah stasiun berikutnya dalam perjalanan menyusuri rel kehidupan. Ada yang memang menikah muda, bahkan sangat muda, ketika rel kehidupannya tidak banyak menghampiri stasiun kehidupan. Ada yang nikah ketika sudah dianggap uzur, karena memang stasiun itu belumlah tiba. Inilah perjalanan hidup seseorang, yang kadang menurut kita sendiri tidak berwarna.

Dalam hidup, stasiun-stasiun itu hadir bahkan sejak kita lahir. Sejak menghirup udara bumi, stasiun berikutnya adalah menjadi anak yang lucu. Kemudian stasiun berikutnya hadir tanpa disadari bahwa kita singgah di stasiun Remaja. Stasiun Transisi dari Remaja menuju dewasa penuh lika-liku dan jalan yang bercabang. Jalan manapun yang diambil, kita akan tiba jua di stasiun dewasa yang memenuhi gerbong kereta kehidupan kita dengan sejuta pertanyaan.

Stasiun-stasiun setelahnya bisa ditebak. Kala usia telah dianggap matang, pernikahan adalah sebuah tujuan berikutnya. Kemudian punya anak, dan di masa depan, stasiun abadi telah menunggu kita. Hanya saja orang memang melalui stasiun-stasiun itu dengan jarak, jalur, dan lajur berbeda. Ketika sampai pada stasiun pernikahan, si wanita bisa saja telat beberapa waktu, atau malah ia mempercepatnya dengan melewati berbagai stasiun tanpa pernah berhenti sejenak dan menikmati kehidupannya. Akibatnya, menurutku, stasiun abadi akan lebih cepat tiba ketimbang orang yang memutuskan untuk singgah sejenak. Selayaknya kereta api di Indonesia, ada eksekutif dan ekonomi, orang yang mempercepat jalannya kereta kehidupannya akan lebih cepat menyinggahi stasiun abadi ketimbang ekonomi yang bergerak lambat "menikmati" perjalanan.


Beberapa temanku juga demikian. Bahkan teman yang mengirimkan surat ini juga terobsesi dengan pernikahan. Dia juga menyatakan dengan sangat terus terang dalam berbagai macam kesempatan. Seolah-olah hidupnya tinggal beberapa stasiun lagi kemudian tiba pada stasiun akhir, dan menikmati hidup dari kereta tanpa pernah singgah.

Beberapa temanku juga sudah menikah. Meski ini tidak merisaukan, tetapi cukup memberi pengertian dan menyadarkan aku, bahwa cepat atau lambat, stasiun itu akan juga tiba. Menikah pun tidak lagi menjadi obsesi, tetapi bagian dari perjalan kereta kehidupan.

Thursday, January 11, 2007

Dance With Love

Hari ini aku ingin menari
bersama bunga dan angin sepoi dari puncak gunung
juga dengan hangatnya matahari pagi.

Hari ini aku ingin menari
dengan bualan dan omongkosongku selama ini
semua tentangmu,
tentang kita,
tentang kasih sayang,
juga tentang tentangan-tentangan dalam hidup.

Aku ingin sekali menari
bersama bayangmu di sini

Tidakah kau ingat waktu itu?
Sayang, detik jam selalu menghujam
tanpa kenal belas kasih
apalagi cinta.

Detik jam yang menghujam itu tak bisa di buat mundur
tapi aku ingin mengulangnya
dan menari bersamamu
aku ingin mengulangnya dalam pikiran
dan tersimpan rapat di palung terdalam jiwa ini

Andai kau mendengar,
aku ingin menari
bersamamu...

Resolusi

Tahun baru...apa ya istimewa setiap pergantian tahun yang selalu diwarnai perayaan yang nyaris sama dari seluruh penjuru bumi? Rasanya tak ada, kecuali resolusi pada diri sendiri dan keyakinan untuk menjalankan resolusi itu. Tak lebih dari sekedar do'a yang sering kita panjatkan pada Sang Pencipta. Perayaan itu cuma "kulit" saja, seolah kita akan menuju era yang kita sendiri sesungguhnya tidak mengerti kenapa kita harus menjalaninya. Yang penting resolusi dan cita-cita pada tahun ini yang masih 300-an hari sedapat mungkin tercapai. Lantas apa resolusiku?

Tak banyak, nyaris tak ada. Resolusiku sengaja kuciptakan, akan kuucap ketika pikiran dan perasaan yang selama ini menghantui bisa membuncah dalam kesukacitaan. Sukar memang mencapai kesukacitaan itu, namun pada kodratnya, manusia hendaknya terus berusaha dengan selalu mempertimbangkan untung rugi. Jangan membabibuta, bung!! Kita hidup dalam sebuah wacana pemikiran yang seharusnya disesaki oleh benih-benih kesabaran penuh makna dan cinta. Perihal yang satu ini memang identik dengan hati. Tetapi tanpa pemikiran, sampai dimana kata ini akan bersemayam?

Resolusi tahun ini lebih kepada pembenahan hidup, dan itu selalu dilakukan setiap orang bukan? Tahun ini akan begini, akan begitu, ingin ini-itu, mau itu-ini. Jika tidak terlaksana, tinggal bikin resolusi lagi di awal tahun depanya. Itu juga kalau kita masih diberi umur panjang oleh Yang Maha Kuasa. Maka dari itu, resolusi hendaknya jadi acuan, tetapi ternyata perjalanannya selalu berbeda. Pasrah bukanlah jawaban, hanya tindakan yang bisa menentukan.

Resolusi itu bernama cinta...