Selamat Datang...

...tolong bangunkan aku esok pagi...

Sunday, November 17, 2013

VAKANSI YANG JANGGAL DAN PENYAKIT LAINNYA (2012): Menikmati Kejanggalan Sosial

“Piro regone?”
Satu-satunya kalimat Jarot (Joned Suryatmoko) yang cukup mewakili kegundahan hatinya. Kalimat tanya itu muncul saat Jarot menawar pelacur. Ya, meski Jarot sudah memiliki istri, namun Ning (Christy Maharani) tampaknya kehilangan gairah atas Jarot dan menolak melakukan hubungan suami-istri. Apesnya lagi, si Pelacur juga tak mau melakukan sex dengan Jarot, namun, senada dengan Ning, tak menolak oral sex. Jarot menjadi sosok dengan hidup yang monoton, dan parahnya lagi itu adalah kesialan dalam hidupnya.

Vakansi Yang Janggal Dan Penyakit Lainnya sesungguhnya tidak berfokus pada Jarot, tetapi pada Ning dan Mur (Muhammad Abee Baasyin). Ning yang awalnya bekerja pada toko pakaian bekas, pindah ke toko mebel. Di sana dia ditugaskan sang pemilik toko mengantar sofa ditemani Mur yang mengemudikan mobil. Perjalanan mengantar sofa Jogja-Temanggung yang seharusnya hanya dua jam, menjadi perjalanan panjang 3 hari dua malam. Perjalanan yang janggal inilah pokok penyakit dalam cerita film ini.

Sepanjang perjalanan, dialog-dialog sederhana yang umum menjadi menu utama. Mulai dari basa-basi soal pekerjaan, ketidaksukaan difoto menggunakan telepon genggam, sindiran perempuan tak bisa baca peta, pernikahan, sampai soal penyakit cacar. Seluruhnya dialog menarik yang dibangun dengan santai, tidak terburu-buru. Lantas, dimana porsi “Penyakit Lainnya”?

Film ini tampaknya menempatkan kesetiaan sebagai poin utama dan menggelontorkan kritik terhadap penyimpangan-penyimpangan, -menurut masyarakat umum salah-, yang dilakukan oleh sebagian orang. Simak begitu bebasnya seorang supir menawar dua pelacur tua di halaman parkir penginapan. Kehidupan rumahtangga Ning dan Jarot juga sudah “menyimpang” karena tidak lagi hangat. Hal ini tentu saja menimbulkan penyakit. Meski ada obrolan tentang penyakit cacar, tapi bukan penyakit fisik yang dimaksud oleh film ini, melainkan penyakit sosial.

Ketidaksetiaan juga merupakan penyakit sosial. Yosep Anggi Noen memberi porsi yang agak filosofis ketika akhirnya Ning dan Mur tidur seranjang. Mur menegaskan bahwa Ning telah membunuh satu manusia. Kalimat filosofis ini bisa jadi ditujukan kepada Mur sendiri yang takut akan dosa atau kepada Jarot yang dikhianati Ning. Atau justru Ning sendiri yang kehilangan akal sehat. Kehidupan keluarga Ning sendiri sudah dingin dan beku. Tak ada dialog, ataupun kehangatan, antara Jarot dan Ning. Jarot tak khawatir terhadap istrinya, meski Ning pergi berhari-hari. Dan Ning meski awalnya peduli, namun akhirnya acuh terhadap Jarot.
Sofa yang tidak segera diantarkan kepada pembelinya sepertinya ingin menyimbolkan “beratnya beban masalah hidup” manusia yang, bisa jadi, penyelesaiannya tak secepat yang diharapkan. Ia bisa menempuh jarak yang jauh untuk bisa selesai, atau atas pilihan pemangkunya, jarak tersebut bisa saja dekat namun enggan diselesaikan. Maka ketika Ning memutuskan ingin menyelesaikan misinya, sesungguhnya ia ingin cepat menyelesaikan masalahnya sendiri.

Perjalanan yang janggal ini pada akhirnya menuntun kita untuk memahami mengapa “penyakit-penyakit” dalam satu tatanan sosial itu ada. Penonton tanpa disadari digiring untuk memahami siklus sebab akibat yang ada pada sebuah kejadian. Pada akhirnya, penilaian terhadap “penyakit lainnya” berpulang pada sejauh mana orang permisif terhadap kejanggalan-kejanggalan yang ada dalam tatanan sosial masyarakatnya. Bahkan, logika janggal perjalanan superpanjang  Jogja-Temanggung adalah sebuah penyakit itu sendiri.

Saking janggalnya, seseorang yang melabeli dirinya Kritikus Sinema, mengkategorikan Vakansi sebagai film dokumenter panjang. Lupa bahwa ini adalah film fiksi…

*kredit foto: filmstarts.de*