Selamat Datang...

...tolong bangunkan aku esok pagi...

Monday, May 21, 2007

1000 Gol

Tak banyak pemain sepakbola yang mampu mencetak 1000 gol sepanjang karir bermainnya. Bahkan hanya bisa dihitung dengan sebelah jari tangan! Setelah Pele mencetak 1281 gol dalam 1363 pertandingannya, giliran legenda Brazil lainnya, Romario, yang membukukan gol ke- 1000.


Romario, pemain berusia 41 tahun mencetak gol ke-1000 melalui titik pinalti saat timnya Vasco da Gama mengalahkan Sport dengan skor 3-1 pada 20 mei 2007. Gol bersejarah bagi Romario ini di cetaknya saat usianya telah senja, dan mengarungi 23 tahun karir sepakbolanya. Tekadnya untuk mencetak 1000 gol sepanjang karirnya telah menjadi kenyataan, dan Romario bisa mengakhiri karirnya dengan manis, dan mencatatkan diri sebagai pemain yang bisa mencetak 1000 gol sepanjang karirnya.


Namun, 1000 gol Romario belum diakui oleh FIFA. Penyebabnya, FIFA hanya menghitung gol dalam kompetisi resmi yang diakui FIFA. Jika merunut pada aturan ini, Romario hanya mencetak 929 gol sepanjang karirnya. 71 gol lainnya di cetak saat Romario masih junior dan bergabung dalam liga amatir. Dengan demikian, Romario, menurut FIFA, masih kurang 71 gol untuk mencatatkan dirinya sebagai pencetak 1000 gol dalam kompetisi resmi.


Apapun kritik yang diberikan terhadap Romario, mestinya kita, sebagai pecandu sepakbola, mesti memberikan aplaus kepada Romario. Dalam usia yang termasuk uzur untuk ukuran pemain sepakbola aktif, Romario masih bisa membuktikan tekadnya mencetak 1000 gol sepanjang karirnya.


Berbeda dengan Pele. Pele mencetak gol ke 1000 saat berusia 29 tahun. Dan, patut di catat, meski mencetak gol dalam kompetisi resmi, namun Pele melakukannya sewaktu sistem pertahanan sepakbola tidak seketat sekarang. Bandingkan Romario, yang mampu mencetak 1000 gol saat sistem pertahanan sepakbola sudah jauh lebih baik dibanding saat Pele masih aktif bermain. Apapun alasannya, memang berbeda antara Pele dan Romario. Yang jadi persamaan adalah keduanya merupakan talenta langka pesepakbola Brazil. Maka wajar jika keduanya layak disebut sebagai legenda sepakbola dunia.


Jika Brazil punya talenta langka, maka Indonesia masih langka talenta...

Friday, May 18, 2007

Day one at SS...

SS ini bukan Schutzstaffel, alias Skuadron Pelindung yang di buat sama Adolf Hitler waktu dia berkuasa dengan panji NAZI-nya. SS ala NAZI dibentuk Hitler pada 1925 sebagai Skuadron yang berisi prajurit-prajurit tangguh, unggul, dan hanya milik ras Arya, sebagaimana Hitler selalu berkampanye. Awalnya hanya berfungsi sebagai sayap militer NAZI, mirip PP lah waktu masa Soeharto. Bedanya, PP itu cuma atribut dan lagaknya aja yang militer, tetapi SS sudah dipersenjatai dan akhirnya menjadi salah satu bagian dari angkatan perang Jerman di bawah NAZI. Masa itu adalah masa keemasan NAZI di bawah Hitler, dan Heinrich Himmler menjadi komandannya.


SS yang satu ini adalah Surat Sahabat, salah satu program televisi anak yang edukatif sekaligus informatif dan menghibur, yang tayang setiap hari jam 14.30 WIB di Trans TV. Juga tayang setiap minggu pagi di saluran yang sama. Surat Sahabat adalah salah satu program televisi anak di Trans TV, selain Main Yuk, yang mengedepankan aktifitas keseharian seorang anak, tanpa ada rekayasa dan apa adanya. Artinya, memang kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan sehari-hari sang anak. Dikemas dengan gaya bertutur, seperti layaknya seorang anak yang menulis surat. Intinya, Surat Sahabat ingin mengabarkan kehidupan anak di suatu daerah, kepada anak di daerah lain.


Liputan pertamaku di SS mengambil tema Kusir Kecil. Sang Kusir ini biasa menarik delman di kawasan Monas saat liburan tiba. Lengkapnya, nonton saja SS ya....


Liputan pertama tidak terlalu menyenangkan. Panas terik kawasan Monas menjadi menu sehari itu. Akibatnya, kulit terbakar gosong, (makin) hitam legam, bercampur radang tenggorokan. What a day!!! Tapi menyenangkan. Mesti bisa mengambil hati anak kecil agar mudah diarahkan, menjaga mood si talent juga. Juga jaga mood sendiri yang kadang berantakan. Intinya, tantangan sebenarnya, menurut punggawa SS, belum hadir sepenuhnya. Akan lebih merepotkan jika penugasan keluar kota. Alamakkk!!!! Penderitaan belum terlaksana, jadi jangan berfikir untuk mengakhiri penderitaan....

Saturday, May 12, 2007

Berdiri Diantara Dua Karang

Selama aku hidup, baru sekali ini aku berdiri diantara dua karang yang besar. Dua karang ini sama-sama besar, sama-sama memberi kesempatan untuk belajar, karier. Keduanya juga punya perbedaan dalam idealisme, status, dan tentunya pendapatan. Sebagai sebuah stasiun televisi, yang satu menawarkan idealisme pemberitaan yang harus disampaikan kepada publik, tanpa melihat sasaran. Yang penting berita tersampaikan, tak peduli visual dan narasi yang jalan sendiri-sendiri. Sementara, yang satunya punya sasaran dan ukuran dalam penyiarannya, ada idealisme yang kuat pula dalam penyampaian berita, visual dan narasi haris sejalan, tidak boleh jalan sendiri-sendiri.


Anggap saja aku berdiri di Karang I, yang sudah memberikan aku kesempatan untuk belajar dan berkecimpung dalam dunia penyiaran televisi lengkap dengan pengertian tentang rating dan share. Lalu ada kesempatan dan peluang dari Karang II yang berat sekali untuk di tolak. Selain pendapatan juga kesempatan untuk mengembangkan diri agar lebih baik lagi. Menjelang penentuan sikap, aku berada pada posisi yang sulit. Tentunya dengan pengertian dan pemahaman karakter kedua karang yang benar-benar berbeda ini lengkap dengan plus-minusnya masing-masing. Sebuah penentuan masa depan yang mestinya mudah dilakukan ternyata menjadi perkara yang sulit. Aku pun membutuhkan bantuan opini dari teman, keluarga, sampai rekan kerja.


Sampai saat ini, aku belum memutuskan untuk berdiri di Karang yang mana, sebab aku masih terombang-ambing di tengah laut, diantara dua karang....


Ada yang bisa membantu??


---kesempatanmungkinakandatangduakalitapirasanyatakkansama---

Wednesday, May 02, 2007

Masih Adakah Masa Depan?

Masih adakah masa depan? Hmmm...pertanyaan yang mengusik diriku sejak tadi. Mungkin saja masa depanku ada di hari esok, atau malah bisa saja masih disini dan berharap masa depanku akan lebih baik daripada orang-orang yang telah mengabdi sekian lama di Lantai Tiga.


Pengabdian, kata yang terdengar indah. Mendengarnya seperti balik lagi ke masa dimana seragam korpri wajib dipakai setiap Jum'at. Atau malah sepasukan prajurit di Keraton Jogja yang konon lebih memilih membaktikan dirinya pada alam semesta demi keseimbangan budaya. Aku tak paham dengan pengabdian, sama seperti yang lain. Mungkin karena aku masih muda, dan masih punya banyak cara, banyak jalan, dan banyak kesempatan.


Jika kesempatan itu datang, aku tak akan membuangnya begitu saja tanpa perjuangan. Kesempatan mungkin datang dua kali, tapi rasanya tak akan sama...


Semoga kesempatan besok, bisa jadi pembuka bagi kesempatan-kesempatan yang lain.