Selamat Datang...

...tolong bangunkan aku esok pagi...

Sunday, September 30, 2007

Liga Inggris

Beberapa waktu lalu publik dan penonton Indonesia disuguhi sebuah pertunjukan yang seru. Judulnya Liga Inggris. Pemeran utamanya adalah ASTRO, kemudian DEPKOMINFO dan terakhir orang-orang yang mengatasnamakan PENGGEMAR LIGA INGGRIS.

Pertunjukan dibuka dengan pengumuman dari ASTRO bahwa Liga Inggris hanya bisa dinikmati lewat televisi berbayar ASTRO, bukan yang lain apalagi TV gratis. Dengan kontrak (denger-denger) Rp.500 miliar per tiga tahun, ASTRO dianggap memonopoli siaran oleh PENGGEMAR LIGA INGGRIS. Bahkan sampai unjuk saran memboikot siaran ASTRO. (Langganan aja ngga, mau boikot, gimana tho). TV berlangganan lain yang sudah eksis di Indonesia juga meradang, dan melaporkan hal ini kepada pemerintah melalui DEPKOMINFO juga KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) karena menganggap memonopoli tayangan Liga Inggris yang sebelumnya bisa juga dinikmati di jaringan TV berlangganan yang lain. Benarkah demikian?

Apa yang dilakukan ASTRO hanya murni bisnis. Kemudian dia menang tender pemegang hak siar Liga Inggris di Malaysia, Indonesia dan Brunei itu yang (di)jadi(kan) persoalan bagi PENGGEMAR LIGA INGGRIS di Indonesia. Padahal, apa yang dilakukan ASTRO adalah sah menurut bisnis, yaitu memenangi tender hak siar yang diadakan oleh ESS sebagai pemegang lisensi siaran Liga Inggris di Asia. Kalau kemudian PENGGEMAR LIGA INGGRIS meradang karena tidak bisa menonton liga Inggris adalah hal yang kekanak-kanakan, lucu dan aneh. Seolah Liga Inggris lebih penting daripada menjalani hidup esok hari, seolah jika tidak menonton Liga Inggris hidupnya akan sengsara tujuh turunan, seolah..seolah...seolah...

DEPKOMINFO pada akhirnya turun tangan dengan ancaman-ancaman. KPI juga demikian, malah lebih keras dengan mengeluarkan ancaman untuk menghentikan siaran ASTRO karena telah sukses menghentikan tayangan SMACKDOWN di Lativi. Apa yang dilakukan pemerintah lewat lembaga-lembaga ini malah lebih parah lagi. Menganggap Liga Inggris adalah ranah publik sehingga berhak ikut campur, menganggap Liga Inggris lebih tinggi skala prioritasnya ketimbang pemberantasan korupsi dan kemiskinan, menganggap Liga Inggris adalah satu-satunya tontonan olahraga yang paling baik, seolah rakyat Indonesia cuma PENGGEMAR LIGA INGGRIS saja...menganggap...menganggap...menganggap.

Kalaupun pada akhirnya LIGA INGGRIS dapat kembali dinikmati oleh PENONTON LIGA INGGRIS secara gratis, itu tidak menyelesaikan masalah. Kejadian ini bahkan bisa menjadi entry point bagi investor untuk tidak menanamkan modalnya di Indonesia, karena segala hal selalu direcoki oleh birokrasi. ASTRO sendiri menyatakan bahwa ini murni bisnis dan tidak bisa dipersalahkan. Bahkan sekarang ASTRO dengan kesadaran tinggi atas niat baik, maka dia membagi siarannya dengan Lativi.

Sebenarnya solusinys sederhana saja. Cukup berlangganan ASTRO saja atau nonton Liga sepakbola lain saja. Ada Liga Italia di Trans 7, Liga Djarum Indonesia di ANTV dan Lativi, ada Liga Belanda di Lativi, ada Liga Spanyol di Indovision, ada Liga Jerman di Indovision juga, atau Liga Jepang di Indovision. Banyak khan? Toh juga liga-liga itu tidak kalah seru. Hanya saja memang PENONTON LIGA INGGRIS di Indonesia adalah penonton yang merengek-rengek untuk bisa nonton gratisan. Cukup punya TV dan bayar listrik tiap bulan sudah bisa nonton.

Ironi ini jadi sebuah pemikiran, apakan Indonesia sudah siap beralih ke siaran Digital melihat tipikal penonton yang begini. Atau apakah memang Indonesia siap menuju siaran berbayar yang jelas menguntungkan penonton? Mampukah Indonesia memberlakukan sistem pay per view di masa yang akan datang yang saling menguntungkan antara penonton dan pemilik TV?

ASTRO, PENONTON LIGA INGGRIS, DEPKOMINFO, masih berlanjut lho...

No comments: