Selamat Datang...

...tolong bangunkan aku esok pagi...

Sunday, December 16, 2012

The Truman Show (1998)



Televisi adalah candu…mungkin istilah itu cukup mewakili kegilaan masyarakat modern (?) terhadap televisi.  Lewat televisi, imaji kita digempur terus menerus menuruti kemauan para pembuatnya (atau penontonnya?), hingga secara tak sadar terbawa pada realitas buatan yang ada di kotak hiburan ruang keluarga tersebut. Sama seperti medium film yang punya batasan, televisi pun mengenal batasan-batasan tertentu yang pada akhirnya ditentukan penonton dalam tombol channel pada remote control-nya. Batasan-batasan pada televisi yang seringkali kabur begitu saja atas nama rating-share.

Sejak televisi merambah dunia dan membuat penonton lebih dekat dan tak berjarak, para pembuat program televisi berlomba memenangkan channel. Penonton bahkan lebih tertarik menelanjangi kehidupan orang lain di depan televisi berbekal reality show. The Truman Show menyajikan kegilaan tersebut melalui acara televisi. Truman Burbank (Jim Carrey), seorang salesman, tak sadar bahwa ia adalah bagian dari sebuah acara reality show pada televisi. Gilanya lagi, Truman sudah menjadi bagian dari reality show sejak dia menghirup oksigen dunia. Maka dengan demikian, acara ini sudah berlangsung bertahun-tahun sesuai peningkatan usia Truman. 

Truman Burbank sendiri hanya tahu hidupnya bahagia dikelilingi orang-orang yang dicintai dan mencintainya. Benarkah demikian? The Truman Show sesungguhnya menelanjangi a fake world reality on TV. Dunia Truman Burbank adalah ciptaan dan rekaan televisi dibawah kendali Christoff (Ed Harris). Saat Truman sadar bahwa hidupnya adalah rekaan, Christoff berusaha mengembalikan ke jalurnya semula, semua atas nama rating-share televisi. Dibuatlah drama-drama yang bertujuan “menyadarkan” Truman untuk kembali ke “dunia nyatanya” di set. Kenyataannya, “dunia nyata” Truman memang disesaki para aktor dan aktris untuk meyakinkan Truman, sekaligus meyakinkan penonton.

Selayaknya banyak reality show yang patut dipertanyakan ke-realty-annya, dunia Truman memang sengaja dibuat untuk penonton betah di depan televisi. Christoff bahkan membangun dunia Truman terpisah dari dunia sebenarnya. Mereka akan terbawa pada “drama-drama” rekaan dan tentu saja meningkatkan pendapatan program televisi tersebut melalui ukuran rating-share. Meski sadar bahwa usia program televisi itu sudah jenuh, Christoff tetap bersikukuh bisa membawa Truman ke tingkat yang lebih baik. Pada akhirnya, Christoff memang larut dalam dunia-nya Truman dan Playing God.

Christoff tak ingin kehilangan penonton. Apa yang dia lakukan tampak sah-sah saja dalam dunia televisi. Mirip dengan EdTV. Hanya saja, jika pada EdTV (1999), sang produser keburu sadar dan berusaha mengakhiri programnya berlawanan dengan para eksekutif televisi. Pada EdTV pula subjek reality show memang berkenan di shoot dan dihadirkan kesehariannya lengkap dengan drama rekaannya, Truman tidak demikian. Truman tak tahu sama sekali sampai ia tersadar mengalami kejadian yang berulang setiap harinya. Truman kemudian berusaha menggapai dunia realitas sebenarnya. Usaha Truman ini pun menjadi drama tersendiri dan kemudian ditayangkan di televisi. Kembali, penonton pun betah menyaksikannya…

Inilah komedi satir tentang TV Show.. Tentang realitas dibalik realitas.. They believe in God, but prefer playing God by themselves..

*foto: http://www.imdb.com/media/rm2845748224/tt0120382*


No comments: