Selamat Datang...

...tolong bangunkan aku esok pagi...

Tuesday, March 20, 2012

Mata Tertutup (2011): Membuka "Mata" Terhadap Garin Nugroho


Mendengar nama Garin Nugroho yang terlintas adalah sederetan karya film yang "berat", banyak simbol, membuat dahi mengrenyit, film ngantuk, film festival dan sebagainya. Mungkin itulah yang terlintas di benak penonton, ketika saya menonton Mata Tertutup hanya dengan 8 orang lain di sebuah bioskop. Dari twitter, saya mendapati bahwa ada 18 orang lain yang juga menonton film ini di sebuah sesi pemutaran. Jumlah penonton yang tak sebanding dengan nama besar Garin Nugroho.


Mestinya sih, sederet ketakutan itu bisa sirna ketika menonton Mata Tertutup (2011), film besutan Garin Nugroho yang ke-18 sebagai sutradara menurut situs IMDB. Mata Tertutup yang diangkat berdasarkan hasil riset Maarif Institute tentang aktivitas kelompok-kelompok Islam Fundamental, salah satunya Negara Islam Indonesia, ini skenarionya ditulis oleh Tri Sasongko.


Kisah Mata Tertutup terfokus pada tiga karakter utama. Ada Rima (Eka Nusa Pertiwi) seorang mahasiswi cantik yang mengalami proses indoktrinasi NII dan akhirnya menjadi bagian penting dari organisasi tersebut. Kedua adalah Jabir (M. Dinu Ismansyah) santri penyayang ibu yang terusir dari pondok karena tak mampu membayar SPP. Dan ketiga adalah Asimah (Jajang C. Noer) perempuan paruh baya yang kehilangan Aini yang (kemungkinan) bergabung dengan NII.


Karakter Rima adalah mahasiswi cantik yang aktif berkegiatan selain kuliah. Ke-aktif-an ini lah yang membuat ia "diculik" dan mengalami proses indoktrinasi NII. Dia kemudian menjadi tulang punggung NII dalam merekrut dan menggalang dana bagi "perjuangan" NII. Orang tuanya tak tahu aktivitas Rima. Mereka hanya maklum, Rima punya kegiatan yang banyak dan padat, yang, menurut ayahnya, merupakan kegiatan positif.


Sementara Jabir setelah terusir dari pondok, bertemu pedagang buku keliling di terminal. Pedagang buku ini lah yang lantas membuat Jabir berubah. Jabir bersama temannya bekerja keras menghasilkan uang dengan menjadi kernet bus kota. Jabir yang sangat peduli dan sayang kepada ibunya ini ingin membuat ibunya bangga. Dia tak mengaku keluar dari pondok.


Asimah adalah sosok yang lain. Dia adalah ibu yang terbelenggu kisah masa lalu. Dia tak ingin kisah hidupnya yang getir juga menular ke anaknya, Aini. Sebagai ibu, Asimah terlalu kaku mengekang Aini. Rizal, sepupunya, menganggap Aini hanya minggat sementara untuk lari dari kekangan ibunya, sementara Asimah percaya bahwa Aini hilang di rekrut NII.
Keluarga menjadi identitas penting ketiga tokoh ini. Bagaimana keluarga turut membentuk sikap dari masing-masing karakter. Di titik ini, Tri Sasongko dan Garin seolah ingin mengingatkan kembali keberadaan orang tua sebagai "penguasa tunggal" sebuah keluarga. Bagaimana "penguasa tunggal" di rumah ini juga turut menentukan jalan hidup orang lain (baca: anak).


Tengok keluarga Rima yang nasionalis, ditandai dengan sang Ibu yang melatih anak-anak menyanyikan lagu-lagu perjuangan nasional. Keluarga nasionalis ini turut membentuk Rima yang kemudian tertular ide tokoh-tokoh besar berkat bahan bacaan yang cukup politis. Sementara sang ayah, cukup senang dengan kesibukan Rima beraktifitas dan percaya bahwa yang dilakukan Rima adalah hal baik.


Keluarga Jabir dihadapkan pada kemiskinan. Sementara ibunya bekerja sebagai buruh angkut pasar, ayahnya menganggur dan tak bekerja, ia hanya bisa meminta uang pada ibunya sambil setengah mabuk. Jabir yang menjadi saksimata kemiskinan ini lantas bertekad membahagiakan ibunda. Dan bagi Jabir, setelah serangkaian mengikuti pengajian yang di adakan di tempat si Pedagang Buku Islam, surga adalah tempat yang layak bagi ibunda, dan mati syahid adalah jalan yang harus ditempuh Jabir untuk ibunya.


Asimah adalah sosok orangtua tunggal yang harus bekerja dan menghidupi keluarganya. Sejak ditinggal suaminya begitu saja, Asimah membuka usaha kerajinan tangan dibantu beberapa saudaranya, termasuk keponakannya, Rizal. Asimah yang keras terlalu mengekang Aini dan Rizal. Rizal pun mengeluarkan uneg-uneg bagaimana mereka dianggap seperti anak kecil oleh Asimah.


Orangtua pada Mata Tertutup adalah tempat untuk kembali setelah "keluar" rumah untuk tujuan apapun. Keluarga inti juga seharusnya menjadi tempat keluh kesah yang hangat, tidak dingin dan beku. Komunikasi di rumah sepertinya harus pula terjadi dengan baik, baik verbal maupun visual, agar para penghuninya saling memahami. Tanpa menggurui, Mata Tertutup sanggup memberikan pesan itu.


Film ini buat saya adalah film buatan Garin yang sangat terbuka. Tanpa simbol-simbol yang hanya bisa dipahami penggiat filsafat komunikasi-Semiotika yang njelimet. Garin blak-blak-an menunjukkan keberpihakannya tanpa tedeng aling-aling. Penonton akan paham (jika mengikuti berita tentang NII) kenapa si Pedagang Buku berlogat Indramayu pesisir. Saking gamblangnya, dan karenanya, Mata Tertutup sangat enak dinikmati. Yang cukup mengganggu adalah beberapa gambar yang out focus...


Para aktor dan aktris yang bermain di Mata Tertutup sangat terlihat wajar. Untuk itulah, buat saya, Jajang C. Noer seolah berlari sendiri, karena standar "teatrikal" aktingnya menjulang di atas pemain yang lain. Justru saya angkat topi untuk Eka Nusa Pertiwi dan M. Dinu Ismansyah yang berangkat dari bukan siapa-siapa malah mewarnai film ini. Bahkan Kukuh yang memerankan Husni cukup membuatnya jadi ice breaking kala film ini mulai datar dan sedikit membosankan.


Tema seperti ini juga pernah di angkat Hanung Bramantyo lewat Tanda Tanya (2010). Hanya saja, pada Tanda Tanya, penonton di biarkan sendiri mencerna kisahnya karena banyak sekali karakter dan cerita dibaliknya yang ingin ditampilkan. Sementara Mata Tertutup menjadi sangat positif dan bisa fokus pada jalinan cerita, dan punya benang merah yang sama yakni NII.


Mata Tertutup mengingatkan pada propaganda pemerintah Orde Baru lewat film Pengkhianatan G30S. Mata Tertutup jelas berpihak pada si benar: Keluarga dan menempatkan NII pada posisi berseberangan. Dari awal film, penonton sudah digiring pada opini itu. bagi saya, ini tidaklah buruk. Film bagaimanapun juga adalah media keberpihakan. Kalau yang lain tampak abu-abu, Garin kali ini cukup berani berpihak.

Mata Tertutup adalah film Garin yang bisa dinikmati dengan mata terbuka.

*kredit foto: http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-m012-11-427249/mata-tertutup#.T2dWJdnj5kg *

No comments: