Selamat Datang...

...tolong bangunkan aku esok pagi...

Thursday, February 12, 2009

Infotainment: Jurnalis atau Pekerja?

Tulisan kali ini bukan mau memperdebatkan soal teoritik masuk ke wilayah mana keberadaan infotainment, tapi hanya sekedar sumbangsaran dan urunrembug saja. Coba memperkaya wacana media. Tapi jangan dianggap tulisan ini nantinya berisi silang pendapat teoritik, pake buku ini buku itu, yang ada malah cuma corat-coret saja.

Begini kawan...
Beberapa waktu lalu mengikuti Konferta AJI Jakarta, seorang peserta dari Dewan Pers ditengah-tengah pembahasan tentang ketua umum AJI tiba-tiba sedikit mengalihkan topik bahasan. Beliau (aduh, lupa saya namanya...) mengemukakan bahwa (kira-kira begini yang saya tangkap) teman-teman infotainment itu bukan bagian dari jurnalis, wartawan atau pers. Pekerja Infotainment, bekerja bukan pada redaksi atau news room milik lembaga penyiaran berijin (televisi maksudnya). Mereka bukan bagian dari pers karena bekerja pada Production House, dan PH itulah yang memproduksi tayangan tetapi tidak memiliki ijin prinsip siaran. Jadi pendek kata, wartawan (?) infotainment bukanlah merupakan bagian dari pers, dan hasil kerjanya bukan disebut produk pers.

Nah, pendapat beliau saya amini, karena sampai sekarang saya keukeuh memegang teguh prinsip bahwa peliput infotainment bukanlah wartawan ataupun jurnalis, tetapi pekerja. Entah ini benar atau tidak, saya juga tidak mengerti. Tapi saya lebih senang menyebut temen-teman di sana dengan sebutan pekerja ketimbang wartawan. Sampai pada satu titik mencerna satu pemahaman, bahwa kawan-kawan yang bekerja pada PH dan bukan lembaga penyiaran yang memiliki ijin siaran bukan lah bagian dari pers dan dunianya.

Liputan dan karya jurnalistik dalam bidang hiburan memang ada, duduk sama sejajar dengan liputan politik, olahraga, kuliner dan sebagainya. Pada media-media cetak mainstream, ada yang namanya desk hiburan. Di desk itulah para wartawan bekerja memburu berita mengenai hiburan. Tidak sekedar bekerja memenuhi tenggat liputan, tetapi kalangan jurnalis (wartawan) pasti mengerti adanya kode etik dalam liputan dan cover both side. Namun yang saya lihat di lapangan, teman-teman infotainment seringkali melanggar kode etik jurnalistik dalam tugas liputannya dengan alasan dan atas nama dateline. Semua media punya dateline, tapi tetap mengedepankan cerita yang berimbang. Karena itu, teman-teman infotainment saya sebut pekerja, karena hanya bekerja memenuhi tenggat waktu yang diberikan kantornya (redaksi??)

Sampai disini pertanyaannya adalah:
Apakah kawan-kawan yang melakukan tugas jurnalistik di desk hiburan sebuah media bisa disejajarkan dengan infotainment?

Mbak Sirkit Syah melalui milis NaratamaTV menjawab Bukan! Mereka tetap wartawan, tapi wartawan bidang hiburan. Istilah "infotainment" ini khas, mengacu pada program yang kental nuansa hiburannya, meskipun berisi informasi, dan ditayangkan televisi. Toh informasinya melulu tentang dunia hiburan. (Tapi aneh juga ada infotainment yang meliput kasus-kasus korupsi dan kriminal). Informasi ini saking berisi hiburan, akhirnya juga nyerempet gosip cinta-cintaan, perselingkuhan dan perceraian. Di Infotainment, tiga hal ini jadi sajian utama. Bandingkan dengan tulisan pada halaman hiburan media cetak, Kompas, misalnya. Soal liputan kasus kriminal juga yang penting menyangkut artis sebagai publik figur. Sementara anggota DPR yang korupsi menurut infotainment bukan bagian dari publik figur...

Bingung? Sama..saya juga...

Belum bisa lepas dari bingung, ada lagi pertanyaannya berkaitan dengan awak PH dan redaksi atau news room...

Soal bukan bekerja pada news room tapi pada PH..bagaimana dengan teman-teman di News agency dan PH yang bikin tayangan dokumenter, apakah bisa disebut jurnalis? Atau teman-teman di PH yang bikin tayangan berita untuk televisi dan media mainstream apakah masuk dalam kategori jurnalis?

Ada yang bisa menjawab?

Alangkah naif sekali misalnya ketika kita juga mempertanyakan konsistensi teman-teman awak redaksi dari sebuah news agency, yang mereka tidak memiliki lembaga penyiaran, tapi melakukan tugas jurnalistik dan menjualnya kepada stasiun televisi. Atau sebuah PH yang membuat tayangan untuk National Geographic Channel, tapi bukan bagian dari jurnalistik. Padahal esensinya news adalah, menurut salah seorang guru jurnalistik di kantor saya, berikan fakta. News is based on fact!! Apa yang dibuat dan ditayangkan oleh NGC, Discovery Channel, film-film dokumenter yang dibuat oleh PH, acara berita televisi yang dibuat PH adalah news. Oleh karena itu produknya adalah produk jurnalistik dan yang membuat disebut jurnalis.

Tenang...tenang....ini masih bisa diperdebatkan kok...

Kalau teman-teman PH yang masuk dalam kategori ini bisa dikategorikan ke dalam jurnalis, kenapa infotainment tidak?

Jawaban sederhana saya bilang mungkin lebih kepada kode etik dan karya yang di tampilkan yang memenuhi kaidah jurnalistik. Selama teman-teman infotainment bekerja menurut kode etik dan kaidah jurnalistik, yang liputan bisa dibilang jurnalis atau wartawan. Salah satu poin pentingnya adalah sampaikan fakta dan cover both side. Lantas dalam tugasnya patuhi betul kode etik jurnalistik. Nah gambaran infotainment (media cetak maupun elektronik) sekarang ini apakah sudah sesuai dengan kode etik dan kaidah jurnalistik? Kalau sudah sepertinya bisa dimasukkan ke dalam kategori jurnalis, tapi kalau belum (seperti yang terjadi sekarang) maka saya akan masih setia menyebut mereka pekerja infotainment, karena mereka masih sekedar pekerja....

Saya tidak mengerti betul soal terminologi dan filosofi jurnalis dan jurnalistik, jadi kalau ada tanggapan..silakan....

No comments: