Selamat Datang...

...tolong bangunkan aku esok pagi...

Sunday, March 23, 2014

SEPATU BARU (2013): SEBUAH KEINGINAN SEDERHANA




Diganjar penghargaan Crystal Bear-Special Mention untuk kategori Generation KPlus  pada Berlinnale International Film Festival 2014, membuat saya bergumam “pantas dikasih penghargaan, filmnya bagus gini” saat menontonnya. Film yang manis, begitu saya menyebutnya. Manis bukan saja pada presentasi visual, tapi juga tutur cerita minim dialog yang kaya makna. 

SEPATU BARU (2013) berkisah tentang seorang gadis kecil yang berjuang menghentikan hujan agar bisa mengenakan sepatu barunya. Berlatar lansekap perkampungan padat di Makassar, Sulawesi Selatan, Aditya Ahmad, tidak mengeksploitasi kekumuhan wilayah, tapi justru bermain-main dengan rapat dan sempitnya lokasi membentuk bingkai-bingkai indah. Meski demikian, problem khas masyarakat urban di kampung padat penduduk tetap disajikan.

Seorang gadis cilik (Isfira Febiana) berkeliling kampung padat penduduk untuk melemparkan celana dalam bekas pakai dengan tujuan menghentikan hujan. Ia punya keinginan sederhana, agar bisa mengenakan sepatu barunya tanpa harus terkena cipratan hujan atau pun genangan air akibat hujan. Filmnya bergerak cepat ke arah lain: problem khas urban. Soal genangan air, rumah bocor, pompa air dan toilet umum, sampai janji anti banjir politisi. 

Durasi 13 menit dimanfaatkan dengan baik oleh SEPATU BARU. Keinginan sederhana Si Gadis Cilik diramu dengan kritik-kritik sosial yang membuat penonton tersenyum sepanjang film. Hujan sebenar-benarnya hujan yang  bagi sebagian pembuat film bisa jadi “musuh bersama”, justru menjadi “sahabat” bagi film ini. Semuanya disajikan alami dan manis, termasuk adegan pembuka film ini.

Seperti halnya di Jakarta, masyarakat urban Makassar pun punya masalah yang sama: keterbatasan lahan yang memaksa mereka tinggal berdempetan yang tentunya ber-efek domino ke sejumlah perkara sosial yang lain yang mungkin timbul. Diantara sejumlah persoalan, terselip penyelesaian yang murah meriah yang melibatkan intuisi mitos dan kisah rakyat yang beredar di masyarakatnya. Dalam kasus Sepatu Baru adalah bagaimana menghentikan hujan.

Pada beberapa tradisi, menghentikan hujan atau menunda hujan menjadi sangat penting saat akan berlangsungnya sebuah perayaan (besar) dimana hujan tidak diharapkan turun. Di banyak daerah di Indonesia, praktek menunda atau menghentikan hujan bisa dilakukan dengan cara sederhana, menggunakan bumbu dapur dan tusuk seperti sate lalu tanam di tiap sudut halaman rumah. Ada lagi yang membalikkan sapu lidi. Yang paling “fenomenal” adalah syarat menunda hujan bagi orang-orang yang akan melaksanakan pesta pernikahan: melempar celana dalam (calon) mempelai wanita ke atap rumah.

Entah darimana Si Gadis Cilik ini mendapatkan ide melempar celana dalam tak usah dipersoalkan. Ini adalah cerita tentang tradisi dan mitos di Indonesia dalam bentuk lain. Mitos yang tentunya ditularkan dari mulut ke mulut lengkap dengan bumbunya dan sejumlah kisah keberhasilannya. Perkara Si Gadis Cilik ini berhasil atau tidak, SEPATU BARU menunjukkan kritik yang lain atas mitos menghentikan hujan.






No comments: