Selamat Datang...

...tolong bangunkan aku esok pagi...

Friday, April 16, 2010

cin(T)a - 2009


Beberapa waktu lalu, saya membeli DVD rilisan Jive Collection. Film ini memang sudah saya tunggu rilis DVDnya, sebab saya tak sempat menyaksikannya di bioskop maupun roadshow-nya. cin(T)a, judul yang sederhana namun menyimpan banyak makna. Pemilihan cara menulis pun menyiratkan banyak tafsiran.

cin(T)a berkisah tentang pertanyaan tentang dunia dan Tuhan serat ke-Tuhan-an. Dua karakter, Cina dan Annisa di ceritakan datang dari latar berbeda. Cina (Sunny Soon), mahasiswa arsitektur yang baru masuk, berasal dari Tarutung, beragama Kristen dan keturunan Tionghoa. Sedangkan Annisa (Saira Jihan), mahasiswi arsitektur senior yang sibuk dengan kegiatan ke-artis-annya sehingga terancam DO, berangkat dari keluarga broken home, berasal dari etnis Jawa dan beragama Islam. Dua karakter ini nyaris terus menerus berada dalam satu frame.

Keduanya jatuh cinta karena seringnya mereka bersama. Meski Annisa awalnya tak menghendakinya karena perbedaan keyakinan. Sementara Cina lebih pragmatis dengan menempatkan persoalan perbedaan keyakinan sebagai sesuatu yang tidak serius. Sepanjang film, kita akan disuguhi banyak dialog-dialog filosofis yang mempertanyakan persoalan ke-Tuhan-an. Saking mendominasinya dialog tentang keyakinan ini, maka sangat lah tepat jika tagline GOD is our Director layak di cantumkan.

Dialog-dialog cerdas di gambarkan dalam ruang sinema yang apik dan tidak membosankan. Sesekali di selingi berbagai simbol. Cina di gambarkan sebagai orang yang sangat suka buah apel. Bagi saya, apel di film ini seperti melambangkan kemaskulinan, terlihat lelaki tapi juga di sukai perempuan. Sosok Cina berusaha menyatu ke dalam karakter itu. Belum lagi keberadaan seekor semut kecil yang melambangkan betapa kecilnya sosok makhluk di hadapan (masing-masing) Tuhan-nya.

Dialog-dialog cerdas terekam dalam berbagai frame. Meski sedang bermain di taman, Cina selalu menonjolkan sifat yang permisif terhadap perbedaan keyakinan. Sementara Annisa dengan pengetahuannya terlihat selalu mempertanyakan eksistensi keagamaan bagi manusia jika agama dijadikan salah satu pmicu konflik. Sampai-sampai perdebatan terjadi melebar dari urusan Israel-Palestina sampai Cina yang ingin mengajak Annisa ke Ambon yang menurut Cina agama dijadikan pemicu konflik. Perdebatan sensitif ini pun ditutup dengan permintaan Annisa untuk tidak memulai konflik yang sama dengan dia.

Belum lagi misalnya, ketika Annisa secara cerdas mempertanyakan kenapa Allah menciptakan banyak agama jika Dia hanya ingin disembah dengan satu cara oleh umatNya. Atau dengan jenaka, pada scene yang dihapus (ada di bonus features DVD), ketika Annisa akan maju sidang dan memohon doa restu, Cina memintanya untuk berdoa pada Tuhan-nya. Masih banyak lagi dialog yang sebenarnya lebih cocok dinikmati bersama para penikmat filsafat. Meski demikian, film ini tidak berusaha menggurui dan berusaha menghadirkan percakapan normal tapi berisi.

Film ini dengan sangat cerdas menempatkan hanya Cina dan Annisa dalam frame. Cast lainnya tidak dimunculkan secara jelas. Sejak pembukaan film, Samaria Simanjuntak sebagai Sutradara dan M. Budi Sasono sebagai Penata Fotografi, sangat konsisten menyembunyikan wajah para figuran dan extra cast. Jika merunut pada pendapat keduanya, pemilihan frame seperti ini bukan tanpa alasan. Mereka berusaha menunjukkan bahwa ketika sedang jatuh cinta, maka dunia serasa milik berdua. Itu yang sedang terjadi pada Cina dan Annisa. Dalam satu sesi diskusi, mereka juga mengakui, bahwa frame-frame yang mereka pilih terinspirasi dari serial animasi Tom & Jerry.

Untuk memunculkan sisi romantis misalnya, Samaria menggambarkan adegan Annisa berwudhu yang dilihat Cina dengan efek Slow Motion, sehingga rasa cinta terbangun tanpa harus bermanja-manja dengan kata dan permainan watak. Bagi saya, itu adalah best scene di film ini.

Selain Babi Buta Yang Ingin Terbang (2009), buat saya, cin(T)a, memperlihatkan dengan nyata persoalan-persoalan yang sebetulnya sangat sensitif. Persoalan etnis Tionghoa-Jawa, Islam-Kristen, perkawinan beda agama, konflik antar umat beragama dan problem anak muda. Dalam salah satu dialog, Cina bahkan mengkritik hubungan Islam-Kristen dalam tataran Politik. Cina menyebut bahwa dia tidak cukup Islam untuk menjadi pemimpin daerahnya sendiri.

Hubungan cinta keduanya bahkan cenderung tidak umum, meski ada, yaitu jatuh cintanya Annisa si mahasiswi senior tingkat akhir kepada Cina, mahasiswa baru. Tentunya dari segi usia, misalnya, saya bisa saja menebak kalau Cina lebih muda daripada Annisa. Sepanjang film sendiri, hanya Annisa yang dengan jelas menyebutkan usianya, 24 tahun. Cina? Mungkin penonton dibiarkan menebaknya...

Ah, buat saya, ini film Indonesia terbaik dalam satu dekade terakhir dan sangat layak (harus malah!) untuk ditonton...Mari menonton film-film Indonesia berkualitas dan mulai tinggalkan film-film horor semi porno..Maju terus film Indonesia!!!

kredit foto: http://www.godisadirector.com/En/home.html

No comments: