Selamat Datang...

...tolong bangunkan aku esok pagi...

Wednesday, March 24, 2010

Film Musik Indonesia: DUO KRIBO (1977)


Kineforum dalam momen Bulan Film Nasional 2010 menyempatkan memutar DUO KRIBO, sebuah film musik (rock) Indonesia. Film ini sempat hilang di tangan studio yang memproduksinya. Film buatan tahun 1977 adalah buah karya Eduart Pesta Sirait, dan skenario oleh Remy Silado. Tentunya bagi beberapa orang yang mengenal Remy Silado, film ini "ngehe banget" - mengutip Soleh Solihun.

Film ini terutama bercerita tentang kedatangan Ucok (Ucok Harahap) yang merantau ke Jakarta dari kampungnya di Medan sana demi menjadi seorang penyanyi. Di saat bersamaan, Achmad (Achmad Albar) menjejakkan kakinya kembali di Jakarta setelah lulus dari salah satu konservatori musik di Jerman. Keduanya merintis dengan jalan yang berbeda, Ucok menjadi troubadour alias pengamen dan Achmad langsung memasuki dunia panggung.

Nasib mempertemukan mereka di panggung. Ucok dengan bantuan Evayanti Arnaz berhasil masuk studio rekaman. Achmad pun demikian berkat kedekatan Andi (Inisisri) dengan direktur perusahaan rekaman. Keduanya bersaing dalam bermusik, hingga gesekan dan konflik muncul. Kedua superstar ini bahkan nyaris baku hantam. Meski demikian, direktur rekaman yang melihat peluang pasar, lantas menyatukan keduanya di panggung dengan label DUO KRIBO.

DUO KRIBO film yang sesungguhnya mengandung kritik, baik jika dilihat pada jamannya maupun kekinian. Kritik-kritik tersebut lahir dari tangan skenario Remy Silado. Diantaranya saat Achmad Albar meledek Ucok yang dianggap belum superstar karena hanya main musik tiga jurus. Atau saat Cukong rekaman membuat pernyataan bahwa penguasa sesungguhnya adalah masyarakat (pasar).

Meski penuh kritik, film ini juga menyelipkan unsur komedi. Komedi yang di bangun dari keluguan Ucok yang berlogat Melayu sedikit Batak. Tak usah melalui dialog, wajah Ucok pun memang terlihat sudah lucu. Seperti saat Ucok tak mau naik bis karena banyak "kepiting" atau ketika melamun di kamarnya bahwa Ucok tak ingin beli mobil Peugeot karena tak bisa melafalkannya. Khusus soal mobil, tampaknya ini adalah simbol kemakmuran pada saat itu. Dari awal, Ucok memang hanya ingin memiliki mobil Mercy warna putih.

Film ini meskipun tidak dibuat dengan hati, menurut Eduart sendiri, namun bisa dikategorikan film musik. Banyak sekali adegan-adegan panggung, terutama dari Achmad Albar yang dalam film itu memang ingin besar di panggung terlebih dahulu sebelum rekaman. Namun, lagu-lagunya sendiri tidak melulu dikategorikan rock.Lagu balada Panggung Sandiwara sempat juga di masukkan, disamping lagu-lagu lain yang semuanya tidak saya kenal. Ikon Duo Kribo sendiri sebenarnya adalah dua musisi rock besar pada saat itu. Dari tangan Duo Kribo, selain Panggung Sandiwara, juga lahir Neraka Jahanam. Selebihnya, mengutip Denny Sakrie agak ngepop karena kompromi terhadap kesukaan masyarakat yang suka musik pop.

Menjadi musisi atau penyanyi masih menjadi magnet bersamaan dengan cita-cita orang-orang yang ingin menjadi terkenal. Tentunya ingin dikenal melalui karya, bukan karena korupsi. Dengan berbagai cara, setiap orang ingin mewujudkan keinginannya menjadi selebriti. Film DUO KRIBO memotret dengan baik realitas itu, realitas pada masanya yang masih juga relevan dengan kondisi sekarang. Pertanyaannya, apakah masyarakat masih menjadi raja, atau hanya bagian kecil dari industri yang sangat butuh pasar? Kualitas musik dan film Indonesia belakangan ini menjadi jawabnya...



*pict: http://bambangtoko.com/album-foto-kenangan/koleksi-poster-film-konser/

1 comment:

Anonymous said...

Magnificent goods from you, man. I've understand your stuff previous to and you're just too great.
I actually like what you have acquired here, certainly like what you are saying and the way in which
you say it. You make it enjoyable and you still take care of
to keep it sensible. I can't wait to read much
more from you. This is really a great website.


Check out my web page: {deny sakrie