Selamat Datang...

...tolong bangunkan aku esok pagi...

Monday, April 19, 2010

Menebus Impian (2010)


Apa yang terbesit ketika mendengar kata impian dan selalu diucapkan berkali-kali? Kalau saya, langsung teringat dengan prospektor MLM. Ya..orang yang kerjanya memprospek orang lain untuk mau jadi downline-nya dalam bistis Multi Level Marketing. Terus terang, saya tak suka dengan MLM, apapun namanya, apapun unit bisnisnya, apapun produknya. Tetapi satu hal yang saya kagumi dari mereka adalah sikap tak kenal menyerah, karena mimpi buat mereka adalah panduan hidup. Menyerah berarti gagal...dan dalam bisnis MLM, sekali menyerah dan merasa gagal...maka akan sulit menemukan kembali semangatnya...Semua itu akan kembali hidup jika kita punya mimpi.

Menonton MENEBUS IMPIAN karya Hanung Bramantyo adalah menonton potret realitas masyarakat pinggiran. Masyarakat yang sebagian (kecil) sukses karena mimpi dan sebagian (besar) lainnya realistis menatap hidup. Film ini berkisah tentang Nur (Acha Septriasa) dan Ibunya, Sekar (Ayu Dyah Pasha). Sekar sebagai orang tua tunggal karena ditinggal suami harus bekerja menjadi buruh cuci untuk menghidupi keluarganya. Sementara Nur, punya impian dan cita-cita mengeluarkan Ibunya dari himpitan ekonomi. Nasib mempertemukan Nur dengan Dian (Fedi Nuril) yang bekerja sebagai prospektor MLM. Dian memberikan inspirasi bagi Nur untuk mulai mengejar mimpinya. Awalnya menjadi pelayan bar adalah pilihan utama, karena uang yang di dapat pasti dan teratur. Namun sejak Nur menemukan jalan di bisnis MLM, maka Nur memilih untuk berhenti jadi pelayan bar.

Jatuh-bangunnya Nur dalam menjalani bisnisnya terekam baik. Termasuk keluhan Nur yang bosan di lecehkan dan dihina karena pekerjaannya. Suka duka menjadi prospektor MLM pun digambarkan dengan dialog cerdas. Saat Dian berselisih dengan Nur, terlontarlah sindiran bagi orang-orang yang anti MLM seperti saya:"Dari pertama kita ketemu, kamu selalu nyuruh aku pergi. Tapi apa pernah aku mau Nur? Enggak. Ada juga kamu yg pergi duluan." Begitulah, kalau ada prospektor MLM (dan marketing lain) datang, saya memilih pergi duluan...Apa beda MLM dengan Money Game? Edukasinya juga di berikan dalam film ini.

Tapi film ini tidak sekedar MLM. Tidak suka pada MLM dengan menonton film yang dibiayai MLM adalah dua hal berbeda. Meski saya tidak suka MLM, tapi saya menikmati film ini sebagai potret realitas kerasnya hidup di Jakarta. Kawasan pinggiran yang padat, lingkungan yang berisi bermacam manusia, dari rentenir sampai yang menjadi PSK. Hidup jadi satu di tengah belantara kota.

Kredit terbaik saya berikan kepada Hanung dan Faozan Rizal sang penata Fotografi yang dengan jeli meng-eksplor padatnya pemukiman dengan bagus. Eksplorasi gambar di ruangan dengan menggunakan cermin membuat set terlihat lega. Dan ini adalah kunci bagaimana Hanung menghadirkan gambar-gambar indah di dalam ruangan sempit. Tata cahaya yang natural juga membuat film ini nyaman di tonton.

Soal akting, saya suka aktingnya Acha Septriasa, sangat suka! Terlebih waktu scene Nur minta maaf kepada Sekar, ibundanya..wah..itu best scene film ini. Dua karakternya menyatu plus set yang mendukung menjadikan saya terpaku menyaksikan adegan itu. Teringat ibu saya jadinya...Sementara Fedi Nuril terlihat semakin lekat dengan karakter pemuda pintar, polos dan lugu. Tapi karakter Dian ini polos-nya lebih baik daripada Fahri di AAC. Dan gaya Fedi memprospek orang sangat MLM. Ayu Dyah Pasha juga menghadirkan karakter Sekar sebagai sosok ibu yang bertanggung jawab terhadap anaknya, pekerja keras dan pantang mengeluh.

Film ini saya nikmati, logika bertuturnya runut dan masih bisa di terima otak saya yang pas-pasan ini. Meski ada beberapa adegan yang janggal, tapi itu tidak mengurangi inti cerita. Kalau saya bilang, beginilah seharusnya film Indonesia dibuat..Semuanya tidak ada yang mudah, tapi kalau dikerjakan serius, hasilnya bagus!

Kredit Foto: http://www.menebusimpian.com/

2 comments:

Pinot Kursan said...

Salah tuh dialognya! Yg bener, "Dr awal kita ketemu km selalu nyuruh aku pergi. Pernah aku nurut? Pernah aku nurut Nur?! Kamu yg selalu pergi duluan!" :DTapi aku setuju, film ini emg punya cerita yg kuat dan bagus. Hanung sukses menampilkan potret realita masyarakat pinggiran dengan sangat apik ke layar lebar.Best scene menurut aku pun adalah saat Nur dan Ibunya saling meminta maaf. Akting dan emosi keduanya sangat pas dan natural, dan juga sangat menyentuh. Secara keseluruhan saya pun suka akting Acha, sangat natural. Kalau untuk Fedi Nuril, akting dan kesan polos, lugu, dan pintar mengalami kemajuan drpd di AAC. Tapi saya msh merasa chemistry antara Fedi dan Acha masih kurang, dan mata Fedi pun kurang berbicara. Jd terkesan kurang ekspresif.Pertama kali menonton, saya memberikan banyak kritik untuk film ini. Tetapi kedua kali, dan ketiga kali saya menonton, saya mulai merasakan kekuatan cerita film ini, dan juga dialog2 cerdasnya..Tanya donk mas, adegan yg janggal yg mana tuh menurut kamu?? :)

Dicky - answerlieswithin- said...

Dengan demikian kesalahan telah di perbaiki...maklum short memory...:)