Selamat Datang...

...tolong bangunkan aku esok pagi...

Tuesday, May 01, 2012

Postcard From The Zoo (2012): 4 Babak Hidup Manusia versi Kebun Binatang

Apa yang dilihat orang di Kebun Binatang? Kebanyakan sebetulnya mereka, orang-orang itu tidak menonton hewan yang dikurung disana, tetapi justru orang-orang inilah yang ditonton para hewan. Atau malah sejatinya adalah saling menonton, seolah keduanya saling becermin dan menaksir diri masing-masing. Tetapi karena menurut kodratnya hanya manusia yang memiliki akal- dan dengan demikian bisa menaksir ke-akal-annya- maka manusia bisa lebih bebas menafsir (perilaku) hewan. Edwin ingin penonton menafsir hewan dan kebun binatang menurut versinya.

Ada empat babak kehidupan manusia yang berusaha disampaikan Edwin lewan personifikasi Kebun Binatang. Yang pertama adalah Zoo yang secara sederhana berarti tempat memelihara sekaligus mempertunjukan hewan(liar) kepada publik. Definisi yang umum, tapi tak sedikit pula yang mengerti bahwa zoo juga berarti situasi keterasingan dan kebingungan. Lana kecil (Klarysa Aurelia Raditya) berlari kecil di dalam kebun binatang pada suatu pagi. Ia berteriak mencari ayahnya. Siapa ayahnya sepertinya tak penting bagi penonton, tapi scene awal film ini cukup memberi gambaran penonton bahwa manusia memang dilahirkan terasing dan dalam kondisi kebingungan.

Sampai suatu saat, Lana kecil tumbuh dewasa (Lana dewasa diperankan Ladya Cheryl) dan menjadi bagian “liar” Kebun Binatang. Lana ikut pula mengurus hewan-hewan di sana. Dari empat hewan yang dijadikan simbol, Edwin menggiring Lana untuk jatuh cinta pada Jerapah. Saat dewasa inilah, ada pengumuman larangan “penghuni liar” yang ada di kebun binatang untuk pindah. “Paksaan” pindah ini mengingatkan pada konsep hijrah atau merantau (dalam budaya Minang). Pada titik ini, kebun binatang memang diperuntukan bagi hewan. Inilah tahapan kedua babak Kebun Binatang: Endemic, yang sesungguhnya bermakna lingkungan asli. Ya, kebun binatang memang lingkungan yang diperuntukan bagi hewan, bukan penghuni liar semacam Lana.

Untuk sejenak, Lana kehilangan teman sampai ia bertemu Pesulap berkostum koboi (Nicholas Saputra). Bersama Pesulap Koboi ini, untuk pertama kalinya, Lana Dewasa bersentuhan dengan dunia luar kebun binatang. Lana memasuki tahap relocation. Ya, manusia berpindah ke tempat baru dan berusaha eksis di dunia yang baru. Lana yang lugu mengikuti Pesulap Koboi hingga kemudian terjebak di dunia prostitusi terselubung. Berkat perpindahan ini, Lana lupa akan rumahnya: Kebun Binatang.

Lewat istilah translocate, Lana kembali berpindah ke kebun binatang. Kali ini ia berusaha menggapai cita-citanya sedari kecil yang sangat sederhana. Cita-cita masa kecil kadang bisa membekas dan menuntun kita kembali ke rumah.

Empat babak kehidupan Lana ini memang penuh simbol. Tapi pada titik tertentu, Lana adalah cerminan keterasingan, kesendirian dan oleh karenanya, Lana yang polos menjadi kesepian dan asik dengan dunianya sendiri. Kadang tanpa diminta, Lana bisa lancar berbicara soal hewan-hewan di Kebun Binatang, termasuk soal Leopard saat ia melayani pelanggan di Planet Spa. Lana juga bisa asik bercerita tentang jerapah, yang juga kesepian karena menjadi satu-satunya Jerapah di Kebun Binatang, meski pengunjung tampak tidak tertarik dengan cerita Lana. Lana yang terasing direkam apik oleh Sidi Saleh yang begitu baik merekam Lana yang kesepian di tengah keramaian, seperti juga para hewan di Kebun Binatang.

Berbeda dengan film panjang pertama Edwin, Babi Buta Yang Ingin Terbang (2008), sesungguhnya Postcard From The Zoo terasa lebih ringan sekaligus rumit. Kalau pada Babi Buta Yang Ingin Terbang kita diberi latar belakang karakter agar bisa mengikuti jalan cerita dengan mudah, maka pada Kebun Binatang, Edwin ingin penonton menafsir sendiri simbol-simbol yang ada. Tak ada latar sejarah mengapa Lana bisa ditinggalkan begitu saja di Kebun Binatang sedari kecil, atau motif yang membuat Lana terdampar di Planet Spa, atau kenapa Pesulap Koboi tiba-tiba menghilang begitu saja. Kerumitan inilah yang bisa membuat penonton keluar dari bioskop dengan bertanya-tanya. Bisa saja itu tidak penting untuk membuatnya terasa ringan dan tidak bertele-tele tentang latar belakang agar penonton tidak terjebak pada tafsiran Edwin. Atau kalaupun persoalan teknis penceritaan di film ini malah bikin tambah mumet, buat saya obatnya cuma acting Ladya Cheryl sebagai Lana yang lugu cukup membuat gemas dan memaksa saya tetap duduk di kursi.

Apa yang orang cari di Kebun Binatang? Kalau saya sih mencari Ladya Cheryl berkostum Leopard dengan nomor dada 33…
*sumber gambar: majalahcobra.com*

No comments: