
Omnibus kedua ada Fisfic 6 vol. 1
yang rilis 2011. Omnibus ini lahir lewat kompetisi Fisfic yang digagas Joko
Anwar dan Ekky Imanjaya. Peminatnya membludak, tetapi para penggagas harus
memilih 25 naskah cerita untuk di-workshop-kan dan kemudian memilih 5 naskah
terbaik untuk di produksi. Belakangan, produksi filmnya bertambah satu menjadi
6. Keenam film pendek horor ini kemudian tayang pada event tahunan INAFF pada November
2011.
Omnibus horor terbaru lahir lewat
Hi5teria yang rilis 2012. Berisi 5 film pendek dari, katakanlah, sutradara muda
berbakat. Berbeda dengan omnibus pendahulunya yang hanya diputar pada INAFF,
Hi5teria sempat tayang di jaringan bioskop regular. Baiklah, mari bedah
satu-satu segmentasi filmnya.
Di film kesatu ada PASAR SETAN
yang dibesut Adriyanto Dewo. Kisah tentang adanya keramaian pasar demit di
tengah gunung memang menjadi mitos para pendaki gunung Indonesia. Mengambil
latar Gunung Lawu yang memang terkenal dengan mistisnya, Adriyanto
menggambarkan bagaimana Sari (Tara Basro) dan Jaka (Egy Fadly) terpisah dan
saling mencari. Sampai akhirnya Sari bertemu Zul (Dion Wiyoko). Pertemuan yang
mengantar Zul menjadi bagian dari mitos pasar setan. Bagi orang awam yang tak
pernah bersentuhan dengan mitos alam bebas, Adriyanto Dewo cukup baik bertutur
tentang legenda Pasar Setan dan hilangnya para pendaki yang tak pernah
ditemukan. Garapan Pasar Setan di Hi5teria bahkan menjadi yang terbaik di
omnibus ini. Untuk sebuah penggambaran mitos di gunung-hutan, Pasar Setan jauh
lebih baik daripada Pencarian Terakhir (2008) besutan Affandi Abdul Rahman.
Film kedua masih berkisah soal
legenda lokal. WAYANG KOELIT garapan Chairunnisa dan Adi Baskoro berkisah
tentang seorang wartawan (?) asing yang dating meliput wayang kulit di sebuah
desa. Liputan yang kemudian membawa Nichole (Maya Otos) kepada situasi yang
membahayakan dirinya. Sebagai Jawa misalnya, efek mistis yang didapat dari
pementasan wayang kulit yang didalangi perempuan sebenarnya cukup terasa. Tapi disain
produksi Wayang Koelit terlalu meniru banyak film horor lain, dan itu di adopsi
blak-blakan tanpa modifikasi sama sekali. Paling tidak, jika pernah menonton
Insidious (2010) dan Bram Stroker’s Dracula (1992) besutan Francis Coppola akan
terasa peniruan terornya.
Film ketiga berkisah tentang
penulis metafisik yang tak percaya akan keberadaan hantu secara akademis,
justru mendapat sejumlah terror menakutkan. KOTAK MUSIK besutan Billy Christian
mengambil latar urban. Dunia supranatural dan akademis memang menjadi dua kutub
yang seolah saling berseberangan sampai salah satunya bisa dijelaskan melalui
logika. Farah (Luna Maya) adalah orang yang sedang mengalami itu. Setelah
melakukan penelitian anti-supranatural dan menemukan kotak musik, Farah diteror sosok
anak kecil yang terus menerus mengajaknya bermain. Sebagai film pendek horor,
Kotak Musik cukup memberi faktor kejutan dan kekagetan bagi penonton. Dan lagi,
tampaknya Luna Maya sudah siap berpakaian sexy lagi.
Berikutnya ada PALASIK, yang
mengambil legenda Minang tentang manusia yang memiliki ilmu hitam. Menurut
legenda, Palasik mengambil janin bayi sebagai makanan utamanya. Tujuannya agar
ia semakin sakti. Kepercayaan Minang, palasik juga bisa turun temurun, apabila
orangtuanya palasik, anaknya kemungkinan besar juga mewarisinya. Pada film pendek ini, Palasik berkisah tentang
satu keluarga yang sedang berlibur di sebuah vila. Liburan yang membawa petaka
bagi Ibu Hamil (Imelda Therinne). Sejak sampai di vila, ia merasa ada sesuatu
yang salah dengan vila itu. Terlebih ada satu ruangan yang selalu tertutup.
Ruangan yang menyimpan kisah suram masa lalu. Sayangnya, lewat tangan Nicho
Yudifar, Palasik terlalu kasar meski usaha untuk menghadirkan sosok kepala
terbang boleh diberi jempol. Tak ada hal yang membuat penonton merasa sebuah
ketakutan mencekam layaknya sebuah horor.Palasik akhirnya hanya menjadi sebuah
kisah legenda yang tidak digarap dengan baik.
Terakhir, LOKET. Film ini pada
awalnya nyaris berupa monolog film yang bertumpu pada satu karakter. Awalan
yang mencekam terbangun baik lewat karakter Penjaga Loket parkir yang sepi.
Teror yang didapat mulai dari lampu yang mati sendiri, suara handy talkie
sampai portal parkir yang macet. Tak itu saja, Ichi Nuraini si Penjaga Loket,
juga diteror kemunculan dirinya sendiri dan perempuan tua. Bangunan monolog
tunggal ini memuncak saat karakter-karakter yang muncul kemudian menjelaskan
suatu peristiwa pembunuhan. Harvan Agustriansyah dalam durasi singkat cukup
bisa menyajikan teror-teror itu ke penonton.
Secara keseluruhan, Hi5teria
menjadi sekedar omnibus horor, sekedar ikut trend film pendek. Bukan menawarkan
hal baru, Hi5teria malah terjebak pada peniruan-peniruan atas film horor yang
lain. Untuk urusan mencekam, Hi5teria masih jauh dibawah Fisfic 6, bahkan tak
bisa pula disejajarkan dengan TAKUT. Meski demikian, tema lokal dan urband
legend menjadi kredit positif bagi sebuah film horor Indonesia. Tak perlu hantu
berdarah-darah yang wujudnya aneh bin ajaib seperti film-film horor Indonesia
yang murahan itu, Hi5teria cukup memanfaatkan kisah-kisah mistis yang beredar
di masyarakat senormal mungkin. Tak terlalu baik, tapi juga bukan berarti
gagal.
*kredit foto:http://id.wikipedia.org/wiki/Hi5teria*